DALAM artikel “The Desire to Write”, yang diunggah di web The School of Life dinyatakan, menulis adalah menifestasi dari keterasingan dan kesepian.
“But looked at from another angle, it may also, in private, be the result of something rather more desultory: an epidemic of isolation and loneliness.” Menulis, bisa dimaknai sebagai epidemi isolasi dan kesepian.
Bagaimana rasanya tidak didengarkan, bagaimana rasanya tidak dipercaya, bagaimana rasanya tidak dipahami. Sangat sakit.
BACA JUGA: Menulis, Meraih Rahmat, Mencerahkan Umat
Maka menulis adalah pelepasan, menulis adalah upaya menjaga eksistensi bahwa Anda ada. Anda tidak ingin dilecehkan dan direndahkan.
Anda ingin berbicara, ingin didengarkan, ingin diperhatikan, ingin dipercaya. Namun semua orang sibuk. Semua orang tidak punya waktu untuk mendengarkan pendapat Anda.
Maka Anda menulis, karena Anda merasa sangat kesepian di tengah desing kehidupan yang penuh kebisingan.
“Because we are very lonely”. Kesunyian bisa mematikan. Anda tak ingin mati dicekam kesunyian, maka Anda menuliskannya. Alasan seperti ini bisa menjadi energi yang sangat kuat untuk menulis.
Saat keinginan dan harapan Anda tak ada yang memedulikannya. Saat Anda merasa tak ada yang berpihak kepada Anda. Saat Anda merasa tak berarti lagi, saat itu Anda tengah berada di jalan sunyi.
“Writing can be the presenting solution to a more poignant ambition beneath: to be heard, to be held, to be respected, to have our feelings interpreted, and soothed, to be known and appreciated.”
Menulis membuat Anda bisa didengar, disentuh, dihormati, dipahami dan dihargai, dan perasaan Anda diakui. []
SUMBER: CAHYADI TAKARIAWAN