KEWAJIBANLAH statusnya bagi seorang Muslim mencari ilmu terutama bagi yang bersikap konsisten untuk mengetahui tentang perkara-perkara agamanya agar ia dapat menyembah Allah SWT dengan berdasarkan argumentasi dan ilmu.
Hendaklah ia memiliki keistimewaan mencintai ilmu dan mencintai orang-orang yang berilmu, megerahkan segala keampuan dan hartanya untuk mencapai ilmu, menjadikan kehidupan orang-orang salaf terdahulu sebagai rujukan bagi dirinya untuk meneladani kecintaan mereka terhadap ilmu.
Ibnu Abbas RA berkata, “Pemuda itu pergi sedangkan aku terus-menerus bertanya (tentang masalah agama) dan selalu mendatangi para sahabat. Samapai suatu ketidak aku datang kepada seorang sahabat yang diberikan perintah mendengarkan hadits yang telah ia dengar dari Rasulullah SAW, lalu aku datang menemuinya.
BACA JUGA: Cara Ibnu Abbas Mendapatkan Ilmu
Aku menunggu di depan pintu rumahnya hingga tertidur dan beralaskan sorbanku, debu berterbangan di wajahku, hingga pria itu keluar, setelah pria itu keluar, maka ia berkata, ‘Wahai keponakan Rasulullah SAW, apa yang menyebabkan engkau datang kepadaku?
Mengapa engaku tidak mengutus seseorang kepadaku datang menemuimu?’ Maka aku menjawab, ‘Tidak, saya lebih berhak untuk datang kepadamu, telah sampai berita kepadaku tentang dirimu bahwa engaku mendengar hadits dari Rasululluh SAW, maka saya sengan sekali mendengar hadits itu darimu’.”
Seseorang melihat Imam Ahmad bin Hanbal sedang membawa tempat tinta, maka pria itu berkata kepada Imam Ahmas, “Wahai Abu Abdullah, engkau adalah Imam besar, akan tetapi engaku masih saja membawa tempat tinta”, maka Imam Ahmad berkata, “Aku akan tetap membawa tempat tinta ini hingga aku menuju liang lahat.”
Inilah setetes pengalaman yang terambil dari lautan sejarah kehidupan para pahlawan ilmu yang Allah jadikan mereka sebagai penjaga agamaNya.
Sedangkan keadaan kita saat ini di mana terdapat banyak buku yang diterbitkan dengan edisi lux dengan kertas paling berkualitas, kitab-kitab tersedia di mana-mana, perpustakaan-perpustakaan dan toko buku menjamur, akan tetapi walau demikian sedkit sekali kecintaan kita membaca buku, dan kemalasan merajalela di setiap kehidupan manusia untuk embaca buku.
Di antara hal yang lebih mentedihkan lagi adalah hilangnya watu dengan sia-sia pada kehidupan orang-orang yang konsisten dan bahkan hari-hari mereka berlalu dengan sia-sia pula tanpa ada manfaat sedikitpun, mereka inilah orang-orang yang tertipu dalam kehidupan.
Di anatara mereka ada yang membaca buku dengan tidak beraturan, pindah dari buku satu kebuku yang lain dengan cara membabi buta tanpa ada tujuan atau[un yang dicari, orang semacam ini walaupun membaca buku, maka taklayak disebut sedang menuntut ilmu, tetapi layaknya disebut seseorang yang berwawasan.
BACA JUGA: Mengapa Ilmu Lebih Baik daripada Harta?
Karena membaca buku secara tidak beraturan itu akan melahirkan orang menjadi berwawasan, tetapi bukan orang alim. Kebanyakan waktu orang yang bersikap konsisten habis bukan untuk membaca, menulis, atau mengahdiri majelis-majelis ilmu lalu dari mana mereka dapat memiliki ilmu?
Ilmu adalah sarana paling kuat untuk memantapkan keberagamaan seseorang, khusunya ilmu pengetahuan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Allah SWT berfirman, “Seseungguhnya orang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah Ulama,” (QS Fathir: 28).
Ibnu Abbas RA berkata, “Ilmu adalah takut kepada Allah, sedangkan kedodohan tidak diusir kecuali dengan ilmu, dan manusia adalah musuh bagi sesuatu yang tidak ia ketahui.” []
Referensi: 31 Sebab Lamahnya Iman/Husain Muhammad Syamil/Darul Haq –Jakata/2013