MENJADI sosok seorang pemimpin dalam mengatur urusan umat, jelas bukan suatu yang mudah. Karena kelak, Allah akan senantiasa memintai pertanggung jawaban mengenai kepemimpinannya. Baik sisi ekonomi, kesehatan, pendidikan, juga hal-hal lainnya termasuk keamanan dan keselamatan umatnya.
Bagaimana ‘Umar harus menghadapi semua itu?
Itulah pertanyaan yang senantiasa memenuhi kepala ‘Umar. Pertanyaan itu mengganggu benaknya malam yang terus beranjak larut.
BACA JUGA: Aku Tidak Menerima Alasan Umar
Selepas wafatnya Abu Bakar. Esoknya, pagi-pagi sekali umat akan membaiat dirinya sebagai khalifah pengganti Abu Bakar. ‘Umar sadar benar, ia akan menghadapi umatnya yang menyetujui pencalonannya. Lalu apa yang harus dilakukannya?
Belum lagi menghadapi situasi perang yang amat pelik di Irak dan Syam, padahal kedua tempat tersebut merupakan kawasan yang paling berbahaya dalam sejarah kedaulatan yang baru tumbuh itu.
Di saat manusia tak lagi sanggup berpikir apa yang akan terjadi esok, maka hanya kepada Allah diserahkan segala urusan.
Demikian juga dengan Umar yang selalu menyerahkan segala urusannya kepada Allah Sang Pemilik jalan keluar.
Dini hari itu, Umar bersimpuh. Dalam doanya, dia memohon kepada Allah agar diberi jalan keluar dan ditunjukan pada keputusan yang benar.
‘Umar menyadari bahwa esok dia akan bertemu Mutsanna, pemimpin pasukan Muslim untuk wilayah Irak yang meminta tambahan pasukan dari Madinah. Umar tentu akan ditanya oleh Mutsanna perihal bantuan tersebut yang juga pernah dipinta Mutsanna kepada Abu Bakar.
BACA JUGA: Ketika Umar Ingin Membunuh Nabi Muhammad
Di dalam perenungannya, ‘Umar teringat wasiat Abu Bakar tentang Irak sebelum Abu Bakar meninggal, “Wahai ‘Umar, perhatikan apa yang aku katakan ini dan laksanakanlah. Tidak lama lagi aku akan wafat. Seandainya aku wafat sebelum petang ini, kumpulkanlah pasukan kemudian berangkatkan mereka bersama Mutsanna. Jika Allah memberi kemenangan pasukan Muslim di Syam, kirimkan juga pasukan Muslim di syam, kirimkan juga pasukan Khalid bin Walid di Syam menuju Irak, karena pasukan Muslim yang bersama Khalid bin Walid adalah penduduk asli sana sehingga mereka menguasai medan pertemuran. Mereka juga adalah orang-orang yang pemberani.”
Inilah wasiat Abu Bakar kepada ‘Umar. Wasiat itu membuat Umar senatiasa gundah karena ia khawatir di awal kepemimpinannya tidak mampu memikul wasiat dari khalifah sebelumnya, juga ‘Umar khawatir tidak mampu memikul beban kepemimpinannya. []
Sumber: The Golden Story of Umar bin Khaththab/ penulis: DR. Ahmad Hatta, MA/ Penerbit: Maghfirah Pustaka/ April 2014