NEW YORK—Kelompok pegiat hak sipil AS—ACT—yang dikenal sebagai organisasi Islamofobia, menggelar demonstrasi anti-Islam di sejumlah wilayah di negeri paman sam, Sabtu (10/6/2017) waktu setempat.
Seperti dilansir NBC News, Ahad, (11/6/2017,) sejumlah demonstran yang terlihat membawa senjata api dan pakaian pelindung senjata tajam itu, menolak keberadaan Islam di Amerika karena dianggap mengancam kebebasan di negara itu.
“Islam tidak sejalan dengan nilai-nilai Barat. Konstitusi adalah hukum, kita harus hati-hati dengan siapa pun yang akan masuk,” kata Chris Achey, seorang demonstran asal Allentown, Pennsylvania, di Balai Kota Harrisburg kepada Reuters.
Namun unjuk rasa anti-Islam yang disebut media digagas oleh kelompok supremasi kulit putih AS ini, sempat berlangsung ricuh di beberapa kota, sejumlah orang ditangkap karena bentrokan tersebut.
Di lain pihak, demonstrasi tersebut ditentang oleh salah satu warga Philadelphia, Molly Freiburg, dimana ia mengatakan bahwa unjuk rasa anti-Islam itu menyebabkan warga Muslim AS merasa terancam
“Amerika tidak berada dalam kondisi darurat syariah,” ujar Freiburg. “Demo ini menyebabkan warga muslim Amerika justru terancam.”
Demo anti-Islam menjadi perhatian publik setelah Wali Kota Portland Ted Wheeler membatalkan rencana unjuk rasa itu di kotanya. Keputusan ini menyusul kematian dua warganya yang berusaha melindungi perempuan muslim yang akan diserang teroris kulit putih.
Penyelenggara demo kemudian memindahkan unjuk rasa mereka dari Portland ke Seattle. Di kota ini, aparat menembakkan cairan merica untuk membubarkan kelompok anti-Islam karena membuat ricuh. Seorang perempuan dan dua lelaki ditangkap menyusul insiden di Taman Occidental.
Sementara itu di New York, sekitar 100 orang demonstran anti-Islam berhadap-hadapan dengan 200 warga setempat yang mendukung penduduk muslim di depan Trump Tower.
Kepada Al Jazeera, Corey Saylor dari Dewan Hubungan Amerika Muslim atau CAIR menyebut demo ini sebagai bentuk islamofobia yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan mengancam bagi warga muslim Amerika Serikat.
Berdasarkan data milik CAIR, menunjukkan bahwa serangan terhadap muslim meningkat menjadi 57 persen tahun lalu, termasuk kenaikan 44 persen kejahatan kebencian terhadap Islam. Laporan ini dirilis CAIR pada awal Mei lalu.
Southern Poverty Law, organisasi hak sipil Amerika Serikat, melaporkan ACT selaku penyelenggara demo anti-Islam ini, sebagai kelompok ekstremis yang menyuarakan islamofobia di Amerika Serikat. ACT dikenal sangat mendukung kebijakan Presiden Donald Trump melarang muslim masuk ke Amerika Serikat. []