Oleh: Febrian Candra Wijaya
Mahasiswa UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta Jurusan Ilmu Hadis
CORDOBA atau Cordova adalah nama sebuah tempat yang terletak sungai Al-Wadi Al-Kabir di bagian selatan Spanyol. Menurut sejarah, Cordova didirikan oleh bangsa Cordova dan tunduk kepada pemerintahan Romawi dan Visigoth (As-Sirjani, 2014: 757). Menurut beberapa literatur sejarah, bahwa penaklukan Cordova dilakukan oleh Panglima Muslim yang bernama Thariq bin Ziyad pada tahun 93 H/711 M. Semenjak ditaklukan oleh pasukan Muslim, banyak perubahan yang terjadi dalam peradaban Cordova.
Sebelum Islam datang ke Andalusia, khusunya Cordova, peradaban pada saat itu sangatlah mengenaskan. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambou sebagaimana dikutip oleh Dr. Mustafa As-Siba’i bahwasannya kehidupan Peradaban Barat yakni antara rentang waktu abad ke-7 M hingga sesudah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah dibangun dengan batu kasar tidak dipahat dan diperkuat dengan tanah halus (As-Siba’i, 2011: 6). Dari gambaran tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kehidupan di dunia Barat sebelum datangnya Islam sangatlah Primitif. Seni arsitektur juga belum dikenal dalam dunia barat dalam kurun waktu tersebut.
Selanjutnya, mengenai keadaan sosial juga tidak berbeda jauh dari pola-pola pemukiman dan tempat tinggal yang masih primitif. Dalam buku yang sama, As-Siba’i menjelaskan bahwa tempat kediaman dan keamanan tidak lebih baik dari hewan. Hal ini berdasarkan bahwa pola kehidupan yang mereka lakukan masih sangat tradisional. Mereka tinggal dalam satu rumah, makan bersama-sama dalam satu ruangan. Sendok dan garpu belum dikenal pada saat itu. Sementara itu, mereka juga tidur di tempat mereka makan. Karpet dan permadani juga belum dikenal, sehingga mereka tidur di atas tanah atau di atas
bangku panjang dengan meletekkan senjata di atas kepala. Hal tersebut dilakukan untuk berjaga-jaga karena banyaknya para pencuri yang masuk rumah-rumah penduduk (As-Siba’i, 2011: 7).
Dalam sumber lain, disebutkan bahwa keadaan penduduk saat itu dipekerjakan di kebun milik para penguasa saat itu. Karena Andalusia saat itu dibawah kekuasaan kekuasaan Bangsa Ghotic. Sebagaimana ditulis oleh Dr. Syamrudin Nasution dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam bahwa Bangsa Ghotic datang dan mengalahkan penduduk lokal (Nasution, 2013:139) . Sehingga hal ini semakin menambah penurunan pada kehidupan penduduk Bangsa Cordova.
Namun, pada akhirnya penulis hanya ingin mengatkan bahwa kehidupan dalam peradaban Cordova sebelum islam sangatlah rendah. Sistem-sistem peraturan belum begitu dikenal, begitupun dengan kehidupan sosial yang juga belum berkembang. Mereka masih terkesan primitif. Dengan demikian, datangnya Islam ke daratan Andalus,khususnya Cordova, menjadi sebuah cahaya pencerah yang menghidupkan daerah Cordova dari pada peradaban sebelumnya.
Setelah Islam masuk ke daratan Andalusia pada tahun 711 M/93 H sebagaimana penulis sebutkan di atas, banyak perubahan yang terjadi. Diantaranya adalah berkembangnya seni arsitektur dalam sistem pembangunan di Andalusia, termasuk juga Cordova. Hal ini berdasarkan dengan berdirinya beberapa bangunan yang melegenda sampai hari ini. Beberapa bangunan yang sering disebut dalam literatur-literatur sejarah adalah Istana Al-Zahra atau yang sekarang disebut Kordova la Vieja (Hitty, 2005 : 759).
Istana Al-Zahra merupakan istana yang dibangun pada masa Abdurrahman III berkuasa. Menurut sejarah Istana Al-Zahra merupakan simbol kemajuan peradaban pada saat itu, khususnya dalam bidang arsitektur. Menurut Dhiya Pasha –sejarawan Turki–
sebagaimana dikutip Dr. Mustafa As-Siba’i mengatakan bahwa Istana Al-Zahra merupakan keajaiban zaman yang belum pernah terlintas imajinasinya dalam benak arsitek sejak Allah menciptakan alam. Tidak tergambar sebuah skets pun seperti sketsanya dalam akal para insinyur sejak diciptakan akal manusia (As-Siba’i, 2011:10). Ungkapan tersebut, tentunya tidak berdasar begitu saja, melainkan dengan bukti-bukti yang ada.
Menurut hemat penulis, Dr. Mustafa As-Siba’i merupakan orang yang paling luas menjelaskan mengenai gambaran keindahan Istana Al-Zahra. Dalam bukunya yang berjudul Peradaban Islam, As-Siba’i menuliskan bahwa kubu-kubu bangunan itu berdiri di atas 4316 tiang yang terbuat dari berbagai macam marmer yang terukir secara sistematis. Lantainya beralaskan batu-batu marmer yang berwarna-warni dengan formula yang indah. Dinding-dindingnya dilapisi lempengan-lempengan lazuardi keemas-emasan. Pada serambi-serambinya terdapat mata air tawar yang memancar dan tertuang ke kolam-kolam yang terbuat dari marmer putih beraneka bentuk, kemudian bermuara ke sebuah kolam di kamar khalifah.
Istana Al-Zahra dikelilingi taman-taman yang hijau dan lapangan-lapangan yang luas. Di samping itu ada tembok besar yang melingkupi bangunan menakjubkan yang memiliki tiga ratus benteng pertengahan. Istana Al-Zahra berisikan rumah kediaman khalifah, para amir, dan keluarga. Ruangan-ruangan besar untuk singgasana raja terletak di sebuah tempat yang diberi nama Assatul Mumarrad yang memiliki kubah dengan bahan baku emas dan perak (As-Siba’i, 2011:11).
Selain Istana Al-Zahra, bukti peradaban kemajuan Peradaban Cordova adalah Masjid Jami’ Cordova yang sampai sekarang masih tetap kokoh berdiri. Walaupun sekarang telah dijadikan katedral, akan tetapi konstruksi bangunan ini tetap dipertahankan sebagaimana ketika dibangun. Sehingga masih kelihatan keorisinalitasnya mengenai desain dan kostruksi
pembangunan. Menurut sejarah, Masjid Jami’ Cordova dibangun oleh Abdurrahman Ad-Dakhil pada tahun 170 H/786, kemudian dilanjutkan puteranya Hisyam bin Abdurrahman (As-Sirjani, 2014: 759).
Prof. Dr. Raghib As-Sirjani menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia mengenai keindahan Masjid Jami’ Cordova. As-Sirjani menuliskan bahwa Masjid Jami’ Cordova ini merupakan masjid yang belum ada yang menyamainya dalam segi keindahan, keluasan, dan kebesarannya. Masjid ini mempunyai mihrab yang keindahannya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tekniknya mencengangkan akal. Di situ ada mozaik yang dilapisi dengan emas dan kristal. Mihrabnya diliputi kayu yang diukir dengan ukir-ukiran menakjubkan. Sampai sekarang masjid ini menjadi bagian dari tempat sejarah yang paling masyhur di dunia (As-Sirjani, 2014: 762).
Selain kemajuan di bidang arsitektur, kehidupan sosial di Cordova juga mengalami kemajuan yang besar. Salah satu bukti yang mendukung mengenai kemajuan kehidupan sosial Cordova adalah berdirinya Universitas Cordova yang banyak melahirkan banyak ilmuwan-ilmuwan yang tersohor sampai hari ini. Diantara bukti ilmuwan lulusan Universitas Cordova adalah Az-Zahrawi –seorang ahli bedah dan ahli obat-obatan—, Muhammad Al-Ghafaqi –seorang dokter ahli mata—, dan masih banyak lainnya. Maka tak heran jika As-Siba’i menuliskan bahwa masyarakat di situ saat itu semua terpelajar. Bahkan, sampai di pinggiran kota terdapat 170 orang wanita penulis mushaf dengan Khat Khufi. Ini membuktikan kemajuan sosial yang sangat besar. Dari dulunya yang penuh dengan kekumuhan dan keterbelakangan, sekarang telah menjadi sebuah masyarakat yang berpendidikan.
Sementara itu, kemajuan di lingkungan pemukiman juga sangat kelihatan. Pemukiman yang dulunya kumuh, kotor dan terisolir sekarang menjadi sebuah perkotaan
metropolitan yang sangat mewah. Gedung-gedung tinggi berdiri di sana-sini dengan kokoh, bahkan dalam pemerintahan Abdurrahman III atau Abdurrahman Ad-Dakhil tercatat sebanyak 490 masjid berdiri di Cordova. Rumah-rumah penduduk mencapai 213.077 buah, kemudian rumah bangsawan/ golongan ningrat mencapai 60.300 buah, pertokoan dan tempat industri mencapai 80.455 buah (As-Sirjani, 2014: 764). Dikatakan bahwa penduduk Cordova mencapai 500.000 jiwa, terlebih lagi semuanya dalam keadaan sejahtera dan makmur. Ini merupakan perkembangan pesat dalam sejarah perdaban dunia, apalagi jika meniliki sekarang bahwa penduduk Cordova hanya 310.000 jiwa (As-Sirjani, 2014: 765).. Ini merupakan suatu kebangaan tersendiri dalam Peradaban Sejarah Islam.
Dari uraian di atas, jelas menjadi sebuah bukti mengenai perkembangan Perdaban Dunia Barat dalam Periode di bawah kekuasaan kaum Muslimin. Sehingga tidak sedikit yang mengatakan bahwa dunia Barat berhutang budi pada Kaum Muslimin dalam perkembangan peradaban. Bahkan, sampai sekarang hasil-hasil perdaban saat itu Masjid Jami’ Cordova salah satunya, menjadi salah satu tujuan utama, baik untuk keperluan wisata maupun penelitian mengenai sisa-sisa sejarah kemajuan peradaban yang pernah terjadi. []
Sumber:
As-Siba’i, M. (2011). Peradaban Islam. Beirut: www.referensimuslim.com. (ebook)
As-Sirjani, P. r. (2005). Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. 2014: Pustaka Al-Kautsar.
Hitty, P. K. (2005). History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Nasution, S. (2013). Sejarah Peraban Islam. Riau: Yayasan Pustaka Riau. (ebook)