Oleh: Ustadz Abdul Syukur
Pengajar di Kuttab Al Fatih Bogor
AWAN hitam menutupi birunya langit menandakan sebentar lagi hujan akan turun. Bersama istri dan tiga orang buah hati, menyusuri jalanan pinggiran Kota Bogor, menerobos macetnya arus lalulintas yang membuat sikecil tak sabar hingga harus mengeluarkan suara mungilnya menemani perjalan kembali pulang ke rumah.
Dalam perjalanan itu, meski cukup melelahkan jiwa dan jasad, namun ada satu pemandangan yang cukup membuat mata ini harus menatap sebentar dengan tatapan yang tajam meski kosong, hingga istri menghentakkan punggung sembari mengeluarkan suara khasnya.
“Jangan bengong ka! Emangnya lihat apaan sih!” tanya istri dengan nada suara yang sedikit tinggi karena sedari tadi menahan kakak Syam yang menikmati perjalanan ini dalam buaian tidur hingga membuat tangan umminya pegal menahan berat badannya itu.
“itu dek, coba lihat ke samping jalan depan alfamart,” jawab saya untuk menepis pertanyaan istri yang sudah tak sabar lagi untuk cepat sampai ke rumah, karena tangannya semakin pegal dan tak kuat menahan ka Syam yang masih tidur.
Ya, disamping jalan itu, di depan alfamart, meski di sudut Kota yang aga berjauhan dari keramaiana Kota dengan segala hiruk pikuk kehidupannya, Allah memberikan pelajaran berharga dengan menghadirkan sesosok wanita belia berusia 13 atau 14 tahun.
Wanita belia dengan penampilan yang jauh dari fithroh dan naluri kewanitaannya.
Dengan mengenakan topi, jacket dan sepatu ala anak-anak punkers, wanita itu berasyik ria sambil merokok bersama seorang lelaki dengan usia yang mungkin tak jauh berbeda. Dan, hal yang membuat saya harus perbanyak istighfar adalah, cara dia memakai celana. Tidak lebih dari seperti bulu ayam di sekitar paha ayam bahkan lebih pendek dari itu.
Baca Juga: 5 Hal soal Muhammad Ali yang Penuh Inspirasi
Melihat pemandangan itu, imajinasi saya langsung terbang jauh hingga bertemu dengan kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf yang penuh Inspirasi dan berjuta makna.
Bukankah Nabi Yusuf berhasil terhindar dari fitnah dan godaan Wanita cantik karena Ayahnya?
Bukankah surat Alii Imran menunjukkan betapa hadirnya seorang ayah dalam keluarga adalah sebuah keharusan yang tak mungkin tergantikan?
Bukankah keinginan Nabi Khidir membangun dinding dua anak Yatim karena kesholihan ke ibu bapaknya, khususnya Ayahnya?
Dan Bukankah Maryam menjadi Wanita terbaik di dunia dan akhirat juga karena kesholihan ibu bapaknya?
Duhai, dimana sosok ayah seperti Imron, Ya’kub, Lukman dan Muhammad sallalloohu ‘alayhi wasallam masa kini…?
Bilakah Ayah rela, melihat anak-anaknya terjerat dalam kubangan kemaksiatan hingga menyeretnya ke dalam kubangan api neraka?
Ayah, dimana kah engkau ketika anak mu seperti itu? []
Walloohu a’lam bish showaab.