ORANG yang menyatakan dirinya mempunyai iman, tentu saja ingin merasakan lezat, nikmat, atau kemanisan iman. Sehingga, apa yang harus kita lakukan sebagai orang yang mempunyai iman tidak menjadi sesuatu yang terasa berat.
Bahkan, meskipun berat dalam melaksanakannya serta penuh dengan risiko, kita tetap merasa senang. Itulah memang diantara konsekuensi iman.
Sebagai contoh adalah Bilal bin Rabah, meskipun mengalami siksaan yang luar biasa dari majikannya yang kafir, ia merasa sangat bahagia dalam hidupnya.
Semula ia hanyalah budak belian yang tidak ada harganya, ia tidak pernah menjadi bahan pembicaraan.
Tetapi, ketika ia masuk islam lalu diketahui oleh majikannya, persoalannya menjadi lain. Bilal bukan hanya menjadi bahan pembicaraan, tetapi juga bisa membuat pusing sang majikan.
BACA JUGA: Malu Adalah Ciri Orang Beriman, Simak 6 Kisah ini!
Dengan sebab imanlah Bilal mengalami siksaan yang berat, namun dengan iman pula ia bahagia dan derajatnya terangkat menjadi orang yang mulia.
Banyak lagi orang yang merasakan kebahagiaan hidup karena iman kepada Allah SWT. Hal ini karena mereka merasakan manisnya iman atau enaknya menjadi seorang mukmin.
Ada tiga hal yang harus kita wujudkan dalam kehidupan kita di dunia ini:
1 Agar bisa merasakan kemanisan iman: Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kita kepada apapun dan siapapun
Karena pada dasarnya, apa saja yang ada di dunia ini kita boleh mencintainya. Seorang anak boleh mencintai orangtuanya, orangtua boleh mencintai anaknya, seorang suami boleh mencintai istrinya, harta boleh dicari, dimiliki dan dicintai.
Tegasnya, mencintai segala sesuatu itu diperbolehkan, tetapi Allah dan Rasul-Nya harus lebih kita cintai dari semua itu.
Bagi seorang mukmin yang ingin merasakan manisnya iman tentu kecintaannya kepada Allah lebih mantap ketimbang kecintaan kepada yang lain, Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّا سِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَا دًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَشَدُّ حُبًّا لِّـلّٰهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْۤا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَا بَ ۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَا بِ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)
2 Agar bisa merasakan kemanisan iman: Mencintai seseorang yang kita tidak mencintainya kecuali hanya karena Allah
Seseorang boleh mencintai orang lain bahkan yang di luar lingkungan keluarga, tetapi kecintaan tersebut harus didasari karena Allah SWT. Dengan demikian, seseorang yang ingin merasakan manisnya iman hanya mencintai seseorang karena orang itu dicintai Allah SWT.
Allah SWT cinta kepada orang yang bertobat. Maka, kita juga harus cinta kepada orang yang bertobat. Allah SWT cinta kepada orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT maka orang yang demikian juga harus kita cintai.
BACA JUGA: 8 Penyebab Lemahnya Iman Seseorang
Konsekuensi dari sikap di atas, seseorang tidak boleh dengan mudah menunjukkan cintanya kepada orang lain jika orang itu tidak dicintai Allah. Orang yang tidak shalat misalnya, padahal ia sudah tahu kewajibannya, sebenarnya tidak boleh dicintai.
Apalagi jika sudah berbeda agama, meskipun ia anak kita sendiri seperti yang dialami oleh Nabi Nuh a.s. Seseorang yang menyimpang dari jalan Allah sebenarnya tidak boleh dicintai meskipun ia istri kita sendiri, seperti yang dialami oleh Nabi Luth a.s dan begitulah memang seharusnya, namun orang yang demikian tetap harus kita perbaiki.
3 Agar merasakan kemanisan iman: Membenci kekufuran dengan kebencian yang sangat
Seorang mukmin yang ingin merasakan manisnya iman tentu harus menyesuaikan segala macam bentuk perbuatannya dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Dengan begitu, sikap dan perbuatan seorang mukmin terwarnai oleh nilai-nilai ilahi. Allah SWT berfirman:
وَمَا تَشَآءُوْنَ اِلَّاۤ اَنْ يَّشَآءَ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insan [76]: 30)
Bila seorang mukmin telah bertekad menyesuaikan kehidupannya dengan nilai-nilai ilahi, ia harus membenci segala macam bentuk kekufuran dan kemaksiatan. Ia sangat tidak suka bila harus kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka kalau dilemparkan ke dalam api.
Seorang mukmin yang sejati memang harus menunjukkan kepatuhan hatinya yang teraplikasi dalam bentuk amal yang saleh. []
Referensi: Kumpulan khutbah/Drs. H. Ahmad Yani/Al-Qalam 2013