JAKARTA—Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Tata Cara Permohonan dan Pembaruan Sertifikasi Halal. RPMA ini dibahas bersama dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Jakarta, 1- 3 Oktober 2018.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal, Siti Aminah menjelaskan bahwa tatacara penerbitan sertifikat halal diatur pada Bab V UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. RPMA ini akan menjabarkan hal-hal detail terkait dengan tatacara permohonan dan pembaruan sertifikasi halal.
BACA JUGA: Indonesia Ingin jadi Pemain Industri Halal Dunia
Menurutnya, ada beberapa tahap yang akan diatur dalam RPMA Ini terkait penerbitan sertifikasi halal. Pertama, pengajuan permohonan oleh pelaku usaha. “Pelaku Usaha mengajukan permohonan Sertifikat Halal secara tertulis kepada BPJPH, dengan menyertakan dokumen: data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk, daftar Produk dan Bahan yang digunakan, dan proses pengolahan Produk,” terang Aminah di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Kedua, pemilihan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Menurut Aminah, pelaku usaha diberi kewenangan untuk memilih LPH yang akan memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. Sebagai lembaga yang bertugas memeriksaan dan/atau menguji kehalalan produk, LPH dapat didirikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
“LPH yang dipilih oleh pelaku usaha kemudian akan ditetapkan oleh BPJPH,” kata Aminah.
“Penetapan LPH, paling lama lima hari sejak hasil verifikasi dokumen permohonan dinyatakan lengkap dan sesuai,” sambungnya.
Tahapan ketiga adalah pemeriksaan produk. Pemeriksaan dilakukan oleh Auditor Halal LPH yang telah ditetapkan oleh BPJPH. Pemeriksaan kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi.
“Pengujian kehalalan produk di laboratorium dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan produk terdapat bahan yang diragukan kehalalannya,” ujar Aminah.
“Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk kemudian diserahkan kepada BPJPH,” imbuhnya.
Keempat, Penetapan Kehalalan Produk. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan LPH kepada MUI untuk dibahas dalam sidang fatwa halal MUI untuk memperoleh keputusan penetapan halal produk dari MUI.
“Sidang Fatwa Halal digelar paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH,” jelasnya.
Kelima, Penerbitan sertifikat halal. Sidang fatwa MUI yang menghasilkan keputusan penetapan halal produk akan menjadi dasar bagi BPJPH untuk menerbitkan sertifikat halal. Penerbitan sertifikat halal ini paling lambat 7 hari sejak keputusan penetapan halal produk diterima dari MUI.
BACA JUGA: IHW: Kepastian Pemerintah Sangat Diperlukan soal Penyelenggaraan Sistem Jaminan Halal
“Pelaku usaha yang memperoleh sertifikat halal akan langsung memperoleh label halal dan wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk,” ujarnya.
Siti Aminah menambahkan, BPJPH juga akan mempublikasikan penerbitan Sertifikat Halal setiap produk. “Untuk produk yang dinyatakan tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan Sertifikat Halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan,” tuturnya.
Sementara terkait pembaruan, Aminah mengatakan bahwa sertifikat halal wajib diperpanjang oleh pelaku usaha. Caranya, pelaku usaha mengajukan pembaruan sertifikat halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku sertifikat halal berakhir. []
SUMBER: KEMENAG