ATAS perintah Allah pada Tahun ke 6 Hijriah, Nabi Muhammad menunaikan ibadah haji ke Makkah dengan diikuti 1400 sahabat. Sebelum sampai ke Makkah, rombongan Nabi ini dihentikan kaum Quraisy di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah, yang berjarak tujuh kilometer dari Makkah. Di Hudaibiyah ini Nabi menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Kaum kafir Quraisy. Perjanjian ini menetapkan perdamaian antara kaum kafir Quraisy dan Kaum Muslimin Madinah selama sepuluh tahun.
BACA JUGA: Keteguhan Umat Muslim dalam Perjanjian Hudaibiyah
Dalam perjanjian ini tidak boleh ada pengkhianatan dan peperangan di antara kedua belah pihak. Perjanjian itu juga mencangkup persetujuan bahwa Kaum Muslim tidak boleh melakukan ibadah haji pada tahun itu, tetapi pada tahun berikutnya Nabi Muhammad bersama pengikutnya bebas pergi ke Makkah dan tinggal selama tiga hari disana.
Isi perjanjian damai Hudaibiyah sebagai berikut:
Kaum muslim kembali ke Madinah pada tahun itu tanpa melakukan umrah.
Tetapi kaum musyrik mengizinkan mereka untuk umrah pada tahun berikutnya, dan menetapkan bahwa mereka tinggal di Makkah tidak boleh lebih dari tiga hari.
Kaum Muslim tidak boleh membawa senjata.
Orang Islam yang tinggal di Makkah tidak boleh pindah ke Madinah. Tetapi jika orang yang pindah ke Madinah ingin kembali ke Makkah, mereka tidak akan melarangnya.
Orang musyrik yang mengunjungi Madinah diizinkan kembali ke Makkah tetapi orang Muslim yang mengunjungi Makkah tidak diizinkan kembali ke Madinah.
Suku lain diberi kebebasan untuk bergabung dengan salah satu dari dua pihak yang mengadakan kontak.
BACA JUGA: Nasib Orang Lemah Pasca Perjanjian Hudaibiyah
Setelah membuat perjanjian itu, Nabi mengirimkan surat-surat kepada raja-raja tetangga. Surat-surat itu ditulis dengan uraian bahasa yang sederhana dan pendek yang isinya memberikan ajaran dasar agama Islam. Yang disebut dalam Al-Quran sebagai “Sebuah kemenangan yang nyata”. []
Sumber: Nabi Muhammad Penyempurna Para Nabi/ Penulis: Saniyasnain Khan/ Penerbit: Nuansa, 2009