KUDUS—Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mendorong semangat wirausaha di kalangan santri. Sejarah pesantren di Indonesia diwarnai dengan kemandirian ekonomi sehingga mampu melawan penjajahan yang diboncengi dengan kekuatan kapitalisme.
“Kemandirian ekonomi membuat seseorang terhormat, dan itu yang menyebabkan para kiai di daerah-daerah di Indonesia sangat dihormati. Santri sejati harus mandiri secara ekonomi,” kata Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Ni’am Sholeh saat membuka Lokakarya Pengembangan Kewirausahaan Pemuda di Pesantren/Pesantrenpreneur di Kudus, Jawa Tengah, pada Rabu (25/7/2018).
BACA JUGA: Gubernur BI: Rupiah Anjlok akibat Ekonomi Riba
Dalam sambutannya di hadapan 96 pemuda santri dari 24 pesantren se-Jawa Tengah, Ni’am mencontohkan sejarah berdirinya organisasi keagamaan seperti Nahdhatul Ulama (NU). Dikatakannya, sebelum NU dibentuk, organisasi yang didirikan terlebih dulu adalah Nahdhatut Tujjar, organisasi yang menghimpun para saudagar.
“Nahdhatut Tujjar didirikan oleh Kyai Wahab Hasbullah pada 1912, sebelum NU didirikan. Beliau saat itu berprofesi sebagai pedagang gula. Khittah kelahiran NU bukan hanya dari perkumpulan keilmuan, tetapi diawali dengan perkumpulan pedagang,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, sejarah kewirausahaan merupakan sejarah awal dari organisasi santri dan ulama.
“Muhammadiyah pun demikian, Kiai Ahmad Dahlan adalah pedagang batik yang memiliki komitmen keislaman tinggi. Karenanya, predikat santri harus punya komitmen kewirausahaan,” tukasnya.
BACA JUGA: Warga Makassar Beri Bantuan Modal Usaha bagi Istri Pengungsi Rohingya
Lebih lanjut dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini mengungkapkan alasan pesantren bertahan sejak dulu, karena faktor kemandirian dari intervensi ekonomi. Menurutnya, pesantren tidak menggantungkan keberadaannya dari suplai logistik dari Pemerintah.
“Sampai saat ini, cukup banyak pesantren di daerah yang menolak bantuan Pemerintah, karena khawatir adanya ketergantungan yang mempengaruhi independensi pesantren,” jelasnya. []
REPORTER: RHIO P