Kemenangan melawan hawa nafsu membuat hati bersih dari kotoran dosa.
Hati yang bersih mengarahkan seseorang ke pada hakikat batin, bukan hanya lahiriah yang terkadang menipu.
Di kitab Futuhul Ghayb, Syekh Abdul Qadir Jailani (1077- 1166 M) mengutip firman Allah yang menggambarkan tentang hakikat. Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu adalah sesuatu yang kamu benci. Tetapi, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesua tu, padahal itu buruk bagi kamu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. ” (al-Baqarah: 216).
Syekh Abdul Qadir menjelaskan, Allah menyembunyikan ilmu hakikat segala sesuatu. Etika yang baik dan mempertahan kan syariat dengan takwa adalah jalan pertama menuju hakikat. Ketika hawa nafsu telah padam, tetaplah berpegangan kepada perintah Allah. Kemudian ridha kepada Allah. Tidak ada lagi hal duniawi dalam hati karena yang ada hanyalah Allah.
Ketika hati hanya berisi Allah, alam semesta akan tunduk. Jika orang seperti ini membenci sesuatu, hal itu akan lari tunggang-langgang. Orang pada tingkatan ini akan mampu mendapatkan kemuliaan Allah. Dia akan mendapatkan keutamaan, seperti Nabi Ibrahim yang tidak mampu dibakar, Nabi Musa yang mampu membelah lautan, dan para kekasih Allah lainnya. Alam tidak berani kepada orang seperti itu karena Allah memeberikan keutamaan kepada mereka.
Allah mencintai orang tersebut, seperti menyayangi Nabi Yusuf. Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercayai (Yusuf: 54).
Bagi Syekh Abdul Qadir, meskipun per kataan tersebut secara lahiriah dilontar kan oleh Raja Mesir ketika itu kepada Nabi Yusuf, secara batin, Allahlah yang me nga takannya. Ayat tersebut menje laskan, Yusuf diberikan kerajaan lahir, yaitu Mesir. Ia juga mendapatkan kerajaan batin, yaitu makrifat, ilmu, kedekatan kepada Allah, keistimewaan, dan kedu dukan tinggi di sisi Allah.[]
Sumber:KhazanahRepublika