Oleh: Affan Afriyana, S.P
Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) Purwakarta
DALAM obrolan satu malam, seorang pedagang martabak bertanya kepada saya, “Kerja dimana, Pak?”
Saya menjawab, “Di Statistik, Badan Pusat Statistik.”
“Oh statistik itu yang mengeluarkan angka kemiskinan ya?” tanyanya lagi. “Terus memang benar kemiskinan di Indonesia turun?”
Dari pembicaraan malam itu, dapat dilihat bahwa bukan hanya ahli dalam ekonomi tetapi seorang pedagang martabak saja terkejut kalau data angka kemiskinan turun. Data kemiskinan yang sudah dikeluarkan oleh BPS tentang penurunan angka kemiskinan tidak serta-merta dipercayai masyarakat.
Mengutip pernyataan Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta pada senin (16/7/2018), bahwa, “Persentase kemiskinan pada Maret 2018 adalah 9,82 persen.”
Dapat dilihat bahwa BPS merupakan salah satu Lembaga Non Departemen yang mempunyai Undang-undang No.16 tahun 1997 tentang statistik dijelaskan pada pasal 1 pengertiannya adalah kegiatan statistik merupakan suatu tindakan yang meliputi upaya penyediaan dan penyebarluasan data, upaya pengembangan ilmu statistik dan upaya yang mengarah pada berkembangnya sistem statistik nasional.
Masih pasal 1 disebutkan bahwa BPS mempunyai peranan dalam statistik dasar, statistik sektoral dan statistik khusus. Untuk data angka kemiskinan masuk dalam katagori statistik dasar yaitu pemanfaatannya ditunjukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
Statistik Dasar (Pasal 11) yaitu dalam menyelenggarakan statistik dasar, BPS memperoleh data dengan cara sensus, survei, kompilasi produk administrasi dan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Kepala BPS RI, BPS menghitung angka kemiskinan mengacu petunjuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menggunakan metode basic needs approach atau konsep kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Intinya survei (Susenas)yang dilakukan oleh BPS tersebut mendatangi 300 ribu rumah tangga untuk menanyakan pengeluaran dari beras, minyak, rokok, obat, listrik, hingga sewa rumah. Idealnya menanyakan pendapatan, tetapi dalam mendapatkan informasi pendapatan cenderung segan. Saat ini, garis kemiskinan sekitar Rp 401 ribu per kapita per bulan, gampangnya pengeluaran Rp 400 ribu ke bawah miskin, di atas Rp 402 ribu tidak miskin.
Dari sudut pandang agama Islam, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh bahwa, “Orang yang miskin bukanlah orang yang merasa telah cukup dengan satu atau dua buah kurma, atau sesuap atau dua suap makanan. Tetapi orang miskin adalah orang yang tidak meminta-minta dan menunjukan kemiskinannya kepada orang lain. Jika kalian mau, bacalah firman Allah: ‘Mereka tidak meminta-minta kepada orang lain’.” (H. R. Al-Bukhari).
Permasalahan saat ini di masyarakat adalah kemiskinan hanya dilihat dari segi materi atau uang tetapi yang paling utama adalah kemiskinan hati. Terlepas dari data BPS yang ada, harusnya masyarakat bersikap tawadhu yaitu rendah hati, tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya.
Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Mengutip sebuah jurnal penelitian, bahwa orang miskin bisa diartikan adalah orang yang ditenangkan oleh kefakiran dan ia adalah orang yang sama sekali tidak memiliki apa-apa, atau orang yang memiliki sesuatu yang tidak mencukupi kebutuhannya. Seorang dikatakan miskin, dikarenakan kondisi dan situasinya benar-benar telah membuat geraknya menjadi sedikit lalu mencegahnya untuk bergerak, atau bisa juga berarti orang yang berdiam diri di rumah saja dan enggan pergi meminta-minta kepada manusia.
Kemiskinan hati merupakan salah satu faktor utama penyebab permasalahan tidak mensyukuri atas nikmat Allah yang telah diberikan. Banyak contoh di masyarakat yang tidak mensyukuri harta yang di dapat terjadi bunuh diri, perampokan, pembunuhan hanya karena harta yang dimilikinya tidak untuk disyukuri.
Tugas pemerintah bukan hanya sekadar memberikan bantuan, yang lebih utama adalah memberikan keamanan dan kenyamanan di masyarakat. Bukan hanya pemerintah saja yang mempunyai tanggung jawab terhadap kemiskinan, tetapi masyarakat yang mampu dapat membantu pemerintah dalam mengatasi kemiskinan. Dengan cara pemberian modal tanpa bunga terhadap masyarakat miskin, dan juga dari segi pemasaran dibantu agar berkembang untuk membantu masyarakat yang lain.
Kemiskinan hati maupun kemiskinan harta tidak akan terjadi apabila masyarakat yang mampu serta Pemerintah dan tokoh agama saling bergotong royong untuk kesejahteraan ekonomi. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.