Oleh: Faris Yulianto
AL-QUR’AN adalah kalamullah yang agung lagi tinggi, yang patut diagungkan dan ditinggikan. Al Qur’an adalah sebaik-baiknya bacaan yang mampu mengguncangkan hati bila diresapi dan dipahami. Al Qur’an adalah kekasih; selalu ingin didekatnya dan tak ingin menjauh darinya. Kekasih yang akan mampu memberi syafaat di alam akhirat nanti, itulah dia; Al Qur’an.
Sesungguhnya Al Qur’an akan terus terjaga meski banyak musuh yang ingin meleburnya. Al Qur’an akan terus terlindungi meski musuh ‘kan selalu membenci isi di dalamnya. Al Qur’an ‘kan selalu suci, selalu tinggi, selalu terpuji, mulia tiada terkira, karena sang penjaga adalah Sang Pencipta.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami pula yang benar-benar akan memeliharanya,” (QS. Al-Hijr : 9)
Penjagaan Al Qur’an adalah bentuk kemuliaan, di mana jika Al Qur’an adalah mulia, maka sang penjaganya akan mulia juga karenanya. Dan salah satu cara dari-Nya untuk selalu menjaga kalam agung-Nya adalah dengan memuliakan penghafal Al Qur’an.
Rosulullah SAW. bersabda: “Penghafal Al Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur’an akan berkata: ’Wahai Tuhanku bebaskanlah dia.’ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota kehormatan. Al-Qur’an kembali meminta: ‘Wahai Tuhanku tambahkanlah.’ Maka orang itu dipakaikan jubah karomah. Kemudian Al Qur’an memohon lagi: ‘Wahai Tuhanku ridhoilah dia.’ Maka Allah pun meridhoinya. Dan diperintahkan kepada orang itu: ‘Bacalah dan terus naiki derajat-derajat Surga.’ Dan Allah menambahkan setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan. (HR. Tirmidzi)
Begitu agung dan mulianya penghafal Al Qur’an ini sampai-sampai Rosulullah SAW. mengabarkan betapa mulianya dirinya hingga Allah meridhoinya untuk menaiki derajat-derajat Surga. Inilah kemuliaan yang sesungguhnya, manakala sang hamba mengagungkan penciptanya dengan menghafal kalam-Nya.
Dan sesungguhnya menghafal Al Qur’an adalah identitas diri sebagai seorang yang mengaku bahwa dirinya adalah Muslim dan Muslimah. Karena Al Qur’an adalah jalan hidup yang akan menerangi setiap setapaknya. Jika seorang hamba tak mengenal bahkan tak mempunyai hafalan Al Qur’an padahal dia Muslim, mungkin jalan hidupnya akan terombang-ambing oleh keras dan hitamnya dunia. Orang semacam itu bagaikan rumah yang kumuh yang tak berpenghuni lagi ingin runtuh.
Rosulullah SAW. memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian membaca dan menghafal Al Qur’an, memberi kabar tentang kedudukan mereka, dan keistimewahannya dari yang lain.
Dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW. mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW. mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hafalan Al Quran-nya.
Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW.: “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hafal, hai Fulan?” ia menjawab: aku telah hafal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW. kembali bertanya: “Apakah engkau hafal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul ya Rosulullah. Rasulullah SAW. bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!”.
Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata:
Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghafal surah Al Baqarah semata karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya.
Mendengar komentar itu, Rasulullah SAW. bersabda:
“Pelajarilah Al Quran dan bacalah, karena perumpamaan orang yang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misk, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudian ia tidur – dan dalam dirinya terdapat hapalan Al Quran – adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misk“
Inilah kemuliaannya, mereka didahulukan dan dihormati, serta membawa wangi minyak misk dalam setiap langkahnya.
Jika tadi kedudukan pada saat hidup, maka saat mati-pun, Rasulullah SAW. mendahulukan orang yang menghafal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya, seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud.
Rasulullah SAW. mengutus kepada kabilah-kabilah para penghafal Al Quran dari kalangan sahabat beliau, untuk mengajarkan mereka faridhah Islam dan akhlaknya, karena dengan hafalan mereka itu, mereka lebih mampu menjalankan tugasnya. Di antara sahabat itu adalah: tujuh puluh orang yang syahid dalam kejadian Bi`ru Ma`unah yang terkenal dalam sejarah. Mereka telah dikhianati oleh orang-orang musyrik dan terbunuh di sana.
Dan balasan Allah SWT. di akhirat tidak hanya bagi para penghafal dan ahli Al Quran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al Quran.
Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran”
Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan dari Allah, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al Quran semenjak kecil.
Inilah kemuliaan-kemuliaan sang Hafidz dan Hafidzah, mereka patut ditinggikan, dijunjung tinggi martabatnya, karena apa? Karena di dalam hatinya ada kalam Allah yang tersimpan dan selalu mengikuti setiap langkah kakinya. Bahkan kemuliaanya pun merambah kepada kedua orang tua manakala mereka memerintahkan sang anak agar mempelajari dan menghafal kitab-Nya.
Maka kita patut merenung sedalam mungkin, dan patut bertanya pada diri sendiri, “Di mana Al Qur’an-mu, Al Qur’an-ku? Di dalam hatimu ataukah hanya tergeletak dan berdebu di atas rak buku yang mengkilat dan biru”
Maka semoga detik ini dan atas ridho-Nya kita memulai mengkaji dan menghafalnya; kitab agung kalam mulia dari-Nya.
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang-orang yang mengambil pelajaran?” (Al Qamar : 17). []