Oleh: NS Risno
KEMULIAAN seorang hamba dihadapan Allah, tidak ditentukan oleh kaya atau miskin, cantik atau buruk, keturunan raja atau hanya keturunan rakyat jelata.
Namun kemuliaan seorang hamba dihadapan Allah ditentukan oleh seberapa jauh ketaatannya kepada Allah, seberapa jauh kesediaanya untuk tunduk dan patuh atas segenap aturan yang sudah ditetapkan-Nya.
Walaupun banyak hartanya, tinggi pangkatnya, mahsyur namanya, gagah penampilanya. Didunia ia dipuja dan dipuji, dihormat dan disegani oleh banyak manusia, namun jika terhadap Allah tidak taat, terhadap aturan Allah tidak tunduk dan patuh, maka hinalah hamba tersebut.
Sebaliknya, biarpun kondisinya miskin, tidak berharta, tidak berpangkat, tidak dikenal namanya oleh banyak orang. Didunia sering dipandang sebelah mata bahkan dinista banyak manusia, namun jika ia taat kepada Allah, tunduk dan patuh atas aturan Allah, maka mulialah hamba tersebut dihadapanNya.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta benda kalian,tetapi melihat kepada hati dan amal kalian,” (HR Muslim dan Ibnu Majah).
Di jaman Rasulullah, hiduplah seorang lelaki yang sangat miskin. Ia tidak berharta, tidak berpangkat, buruk rupa serta tidak jelas nasabnya.
Ia tidak punya rumah untuk tempat tinggal, tidur di madjid bertikar pasir dan berbantal tangan. Kemana mana selalu telanjang kaki karena memang tidak punya sepasang sandal. Tidak banyak orang yang mengenalinya apalagi memperhatikanya, bahkan orang memandanya hina.
Namun tidak demikian dengan Rasulullah, sang Nabi yang penyayang ini sangat mengenalinya bahkan sangat besar perhatianya.
Walaupun miskin dan buruk rupa, serta tidak jelas ibu bapaknya, namun lelaki itu sangat taat kepada sang pencipta. Serta besar pula cintanya kepada Nabinya.
Laki laki tersebut julaibib namanya.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Barsah, seusai dalam suatu peperangan Rasulullah bertanya kepada para sahabat,
“Apakah kalian kehilangan seseorang?
Para sahabat menjawab, “Ya, ya Rasulullah kami kehilangan si fulan, fulan, fulan.
“Rasulullah kembali bertanya, “Apakah kalian kehilangan seseorang?
Para sahabat kembali menjawab, “Ya, kami kehilangan fulan, fulan, fulan.”
Rasulullah bertanya lagi dengan pertanyaan yang serupa, “Apa kalian kehilangan?
Para sahabat menjawab, “Ya. Kami kehilangan si fulan, fulan, fulan.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Tapi Aku kehilangan Julaibib. Cari dia?”
Para sahabatpun segeranya mencarinya. Setelah dicari kesana kemari, akhirnya ditemukan jasad julaibib tergeletak dengan penuh darah dan luka. Tidak jauh darinya tergeletak pula tujuh mayat orang-orang kafir. Rupanya Julaibib telah berasil membunuh tujuh musuh Allah, sebelum kemudian dia juga terbunuh.
Rasulullah kemudian mengangkat tubuh Julaibib yang penuh luka dan darah itu dengan kedua tangan beliau. Beliau bersabda, “Julaibib telah membunuh tujuh orang. Sebelum akhirnya mereka membunuhnya. Orang ini termasuk golonganku dan aku termasuk bagian darinya.”
Begitu mulia Julaibib. Miskin, tidak berharta, tidak berpangkat, buruk rupa, hina dalam pandangan manusia, namun mulia disisih Allah dan Nabinya.
“Orang ini termasuk golonganku, dan aku termasuk bagian darinya,” demikian sabda Nabi. []