SUDAH sejak lama Taliban diberitakan sebagai kelompok Islam yang sentimen terhadap kaum perempuan. Media-media internasional memberitakan bahwa Taliban melarang perempuan ke sekolah dan mengebiri potensi perempuan yang lainnya. Kenyataannya?
Dr Sakena Yacoobi, kepala Afghan Learning Institute, mempunyai pengalaman lain. “Rakyat Afghanistan mempercayai dan melindungi kami karena kami bekerja untuk akar rumput, berdasarkan budaya dan tradisi mereka,” paparnya.
Yacoobi berusia 61 tahun. Ia sempat sekolah di Amerika setelah meninggalkan Afghanistan pada tahun 1979 ketika Soviet menjajah. Di Amerika, ia mendapatkan gelar PhD-nya. Kemudian ia kembali ke Pakistan dan bekerja sebagai petugas sukarelawan di kamp pengungsian.
Ia kembali ke Afghanistan pada tahun 1995 dan kemudian mendirikan sekolah untuk perempuan. Ia sekarang mempunyai sebuah institusi pendidikan yang telah memberikan edukasi kepada lebih dari 6,8 juta perempuan.
“Dengan Taliban kembali menguasai, dikiranya para perempuan Afghanistan ketakutan dan akan hanya tinggal di rumah. Tidak. Mereka tetap beraktivitas di pagi hari untuk bekerja dan belajar. Mereka mempelajari berbagai skil, menjadi dokter atau pengacara,” terangnya. “Itu karena kami ini adalah negara yang relijius. Kami percaya kepada Allah SWT dan menjadikan Rasulullah sebagai figur teladan.”
“Orang yang mengatakan bahwa Islam menentang pendidikan, sangat tidak punya pengetahuan,” ujarnya lagi kepada The Age. “Ayah saya itu buta huruf, tapi tetap menyekolahkan saya.” []