EDIN Dzeko, penyerang klub sepak bola Liga Italia AS Roma, masih mengingat dengan jelas akan perang di negaranya, Bosnia. Ibunya melarang ia untuk keluar rumah. Tapi hasrat menendang-nendang bola bersama teman-temannya tak tertahankan lagi. Ia memandangi halaman dan jalan yang sepi dimana ia biasanya bermain bola. Di situ, beberapa temannya tengah asyik memainkan bola yang compang-camping.
Ketika matanya tengah nanar memandang, tiba-tiba sebuah bom meledak. Edin kecil menjerit ketakutan. Ia melihat teman-temannya tewas dan terluka di depan matanya.
Kepada The Sun, Edin menceritakannya dengan mata berkaca-kaca, “Beberapa menit setelah ibu melarang saya untuk bermain sepak bola di luar, bom menghantam tempat itu. Intuisi ibu menyelamatkan hidup saya. ”
Edin Dzeko memang dibesarkan di tengah perang. Ia tak pernah lupa, bahwa di Bosnia zaman perang, ia menempati sebuah flat kecil bersama 15 anggota keluarganya. Ketika perang pecah, Edin berusia enam tahun. Ia melihat di tanah airnya sekitar 100.000 atau mungkin 200.000 tewas.
Keluarga Dzeko—diucapkan “Jeko”—termasuk satu di antara 2,2 juta rakyat Bosnia yang mengungsi saat rumah mereka di ibukota Bosnia, Sarajevo, hancur.
Edin mengatakan: “Tahun 1992-1995 adalah tahun-tahun sulit bagi kami semua, negara saya. Tidak ada yang bisa untuk dimakan, kami hampir tidak pernah makan tiga kali sehari. Saya terus-terusan ketakutan. Kami selalu harus bersembunyi ketika tembakan dan bom berjatuhan.
“Rumah saya hancur jadi kami tinggal dengan kakek-nenek saya. Seluruh keluarga berada di sana, mungkin 15 orang tinggal di sebuah apartemen sekitar 35 meter persegi.
“Hal itu sangat sulit. Kami sedang stres setiap hari karena setiap hari, seseorang yang kami kenal terus meninggal.
“Banyak pemain bola yang mulai bermain bola di jalanan. Bagi saya, itu tidak terjadi dan tidak mungkin. Tapi ketika perang selesai, saya jauh lebih kuat, secara mental. ”
Belma mengatakan: “Edin tidak memiliki masa kanak-kanak. Dia tidak memiliki kehidupan sampai ia berusia sepuluh tahun.”
Walau tidak bisa melupakan perang, Edin mengatakan: “Saya tidak ingin berpikir tentang saat-saat itu. Kenangan perang tidak dalam kepala saya. Saya lebih memilih untuk melihat masa depan. ”
Ketika Manchester City mendatangkannya, Belma sangat mengkhawatirkan putra kesayangannya itu. Belma mengatakan: “Bila Anda seorang pemain sepak bola terkenal Anda akan dengan mudah mendapatkan gadis-gadis yang salah di sekitar Anda. Saya ingin dia memiliki seorang gadis yang layak, cerdas dan sederhana. Itu tidak mudah untuk seorang bintang sepak bola.”
Walau tinggal di Inggris, Edin tak pernah lupa akan Bosnia. Ia juga tak pernah lupa bahwa ia seorang Muslim. Ia shalat lima waktu dalam sehari. Ketika pulang ke Bosnia, ia tak lupa mengunjungi sopir taksi yang selalu memberinya tumpangan ke tempat latihan ketika ia masih kecil. Ia memberinya sebuah mobil Skoda Octavia.
Edin adalah duta UNICEF untuk Bosnia. Jika pulang, ia dikerumuni oleh penggemar ciliknya. Teman Edin, Muhamed Konjic, mengatakan: “Orang suka Dzeko bukan hanya karena keberhasilannya, tapi hatinya. Dia berempati dengan mereka karena ia hidup sama dengan apa yang mereka alami.” []