Beberapa waktu ke belakang, Palestina diterima sebagai anggota Interpol. Dalam pemungutan suara yang dilakukan secara rahasia di Cina, 75 suara menghendaki Palestina menjadi anggota penuh Interpol. Sementara 24 menolak dan 34 lainnya abstain.
“Bersama Kepulauan Solomon, Palestina menjadi anggota baru Interpol,” tulis Interpol melalui akun Twitter resminya.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyatakan, diterimanya Palestina sebagai anggota Interpol merupakan sebuah kemenangan untuk rakyat.
“Palestina siap memikul kewajiban maupun tanggung jawab ini sebagai mitra aktif di masyarakat internasional seraya berkontribusi secara efektif dan signifikan untuk memajukan nilai-nilai inti kebersamaan yang kita anut sebagai bangsa,” ujar Maliki seperti dilansir Times of Israel.
Omar Awadallah, Kepala Departemen Organisasi PBB Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, bahwa Palestina kini “mempunyai hak untuk menuntut siapapun”.
Secara teoritis, lanjut Omar, Palestina dapat menggunakan status keanggotaan di Interpol guna mengejar orang-orang Israel yang dicurigai melakukan kejahatan di wilayah negaranya.
“Tapi ini adalah isu politik dan butuh keputusan politis,” tegasnya.
Upaya Palestina untuk bergabung dengan Interpol telah dirintis sejak 2015 lalu. Namun karena lobi-lobi politik Israel, hal tersebut efektif merintangi langkah Palestina hingga 62 anggota Komite Eksekutif sepakat memohon agar permintaan keanggotaan Palestina ditunda.
Dalam pertemuan tahunan di Indonesia pada 2016, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan upaya diplomatik Israel dalam mencegah Palestina masuk ke Interpol adalah kemenangan besar.
Seperti diketahui, Interpol merupakan organisasi kepolisian internasional yang berusia hampir satu abad.
Dalam fungsinya, Interpol bertugas membantu negara-negara untuk berbagi informasi intelijen.
Selain itu, Interpol bekerja sama guna melawan kejahatan internasional seperti terorisme maupun yang terkait dengan perdagangan internasional. Sampai saat ini Interpol telah memiliki 192 anggota.
Yang dikenal dari Interpol adalah soal “red notice” yang memungkinkan pencarian dan penangkapan terhadap individu pelaku kejahatan hingga tiba masa ekstradisi.
Interpol menyatakan “red notice” bukanlah surat perintah penangkapan internasional. Melainkan hanya sebagai peringatan kepada negara-negara anggota yang dikeluarkan berdasarkan surat perintah penangkapan nasional.
Setiap negara anggota memiliki hak untuk memutuskan bagaimana menanggapi red notice dan Interpol tidak bisa memaksa anggotanya untuk menangkap individu pelaku kejahatan yang menjadi subyek red notice.
Konstitusi Interpol juga menegaskan netralitas politik yang melarang intervensi dalam isu-isu politik.
Lalu Kenapa Israel Ketakutan dengan Keanggotaan Palestina di Interpol?
Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa masuknya Palestina ke Interpol, merupakan “ganjalan serius yang akan berdampak pada peluang perdamaian.”
Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak menegaskan bahwa masuknya Palestina ke Interpol adalah kegagalan lain Netanyahu.
Menteri Lingkungan Hidup Zeev Elkin mendesak pemerintah untuk segera menangguhkan komitmen dalam penyelesaian konflik dengan Palestina yang telah disetujui kabinet dalam dua tahun terakhir.
“Tak semestinya kita diperangi dan dihasut oleh pihak yang secara bersamaan menikmati jasa baik dari Negara Israel,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Sedangkan Senator Ben Cardin yang juga anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika berpendapat bahwa keanggotaan Palestina di Interpol dapat membahayakan upaya perdamaian. Cardin menyatakan kekhawatirannya apabila Palestina bakal menerbitkan red notice.
“Masyarakat internasional memiliki banyak kepentingan dalam mengejar proses perdamaian antara Palestina dan Israel,” kata Cardin seperti dikutip The Washington Post.
“Hanya ada satu jalan ke depan: dua negara bagian berdampingan dengan damai; satu negara Palestina dan satu negara Yahudi.”
Jadi, masuknya Palestina ke Interpol membawa beberapa keuntungan bagi kepolisian Palestina. Mereka akan memperoleh akses informasi tentang kejahatan yang dimiliki kepolisian lain di seluruh dunia.
Dari situ, anggota Interpol juga dapat mengeluarkan red notice yang berfungsi untuk menindaklanjuti penangkapan pelaku kejahatan.
Keuntungan yang didapatkan Palestina tersebut membuat Israel gugup, jika tak ingin dibilang takut.
Dengan adanya red notice, secara teoritis Palestina dapat melacak warga Israel yang diduga melakukan tindak kejahatan di wilayah Palestina, termasuk pejabat Israel.
Bruno Min dari Fair Trials—organisasi hak asasi manusia berbasis di Eropa—menjelaskan isu lain yang mengganjal Israel dengan masuknya Palestina ke Interpol terkait persoalan data-data sensitif.
“Banyak dari aktivitas interpol yang pada dasarnya adalah berbagi data antar anggota,” papar Min kepada Foreign Policy.
“Mungkin mereka (Israel) khawatir ada informasi yang bisa diakses Palestina lewat jalur Interpol.
Israel dikenal sangat getol menentang keberadaan Palestina di berbagai organisasi internasional, tak hanya sebatas di Interpol saja.
Israel bersikeras bahwa—entah sampai kapan—Palestina bukan sebuah negara merdeka, dan oleh karenanya tidak berhak memperoleh privilese untuk bergabung dengan organisasi internasional manapun. []
Sumber: Tirto