KALENDER Hijriyah dikenal sebagai sistem penanggalan Islam. Dia memiliki 12 bulan dan sekitar 354-355 hari dalam satu tahun. Kalender Hijriyah menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya sehingga dalam setahun dan jumlah harinya lebih sedikit 11 hari daripada penanggalan Masehi yang mengacu pada peredaran matahari (sekitar 365-366 hari).
Orang yang pertama kali menetapkan kalender Hijriyah adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Dia menjadikan hijrah Nabi Muhammad ke Kota Madinah sebagai permulaan dari kalender Islam tersebut. Umar bin Khattab menilai, hijrah Nabi Muhammad adalah peristiwa besar dalam sejarah Islam. Karena, pada saat hijrah lah dakwah Islam menjadi semakin kuat dan gemilang—tentunya dengan pertolongan Allah.
BACA JUGA:Â Ada Apa di Bulan Muharram?
Lantas yang menjadi pertanyaan, mengapa bulan pertama dalam kalender Hijriyah adalah Muharram, bukan Rabi’ul Awwal? Bukankah Nabi Muhammad berhijrah dari Makkah pada bulan Shafar dan tiba di Madinah pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-14 kenabian? Mengapa Umar bin Khattab tidak menetapkan Rabi’ul Awwal sebagai bulan pertama Hijriyah?
Merujuk buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih” (M Quraish Shihab, 2018) dijelaskan, beberapa ahli menilai bahwa permulaan hijrah justru terjadi pada bulan Muharram. Hal ini didasarkan pada Baiat Aqabah kedua yang terjadi pada bulan Dzul Hijjah. ​​​​​​Ketika baiat tersebut, hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah telah disepakati. Bahkan, sebagian sahabat telah berangkat ke Madinah mendahului Nabi Muhammad. Oleh karena itu hijrah dihitung setelah ada kebulatan tekad dan kesepakatan untuk melakukannya, bukan pada pelaksanaannya.
Sistem penanggalan Islam ditetapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, pada tahun ke-16 Hijriyah—16 tahun setelah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad. Sebelum ada kalender Hijriyah, umat Islam terkadang menggunakan Tahun Gajah atau peristiwa-peristiwa besar lainnya dalam sejarah peperangan orang Arab sebagai patokan penanggalan.
Penetapan kalender Hijriyah oleh Umar bin Khattab bukan tanpa perbandingan dengan sistem penanggalan yang sudah ada. Umar pernah membandingkan sistem penanggalan Hijriyah dengan kalender Persia dan Romawi. Hasilnya, kalender Hijriyah lebih cemerlang dari pada kalender Persia dan Romawi karena kalender Islam telah menerjemahkan peristiwa besar dalam sejarah dunia, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad ke Kota Madinah.
Ada ‘misi khusus’ di balik Umar bin Khattab membuat kalender baru tersebut, yakni persatuan Arab di bawah naungan Islam. Demikian disebutkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya Umar bin Khattab (2015). Misi Umar tersebut semakin kokoh manakala pasukan umat Islam berhasil membebaskan beberapa wilayah di luar semenanjung Arab; menaklukkan beberapa daerah seperti Kisra, Kaisar, Madain, dan Yerusalem—hingga mendirikan Masjidil Aqsa di samping Gereja Anastasis.
BACA JUGA:Â 10 Muharram yang Kerap Disebut Hari Lebaran Anak Yatim, Ini Penjelasannya
Riwayat lain menyebutkan bahwa suatu ketika Umar bin Khattab menerima beberapa surat, termasuk sepucuk surat dari Abu Musa al-Asy’ari. Sayangnya, surat-surat tersebut tidak memiliki keterangan tanggal dan hari. Hal itu membuat Umar bin Khattab kesulitan untuk membalasnya; surat dari siapa dulu yang harus dibalas. Dia kemudian mengumpulkan beberapa sahabat senior dan mengajaknya bermusyawarah untuk menyusun sistem penanggalan Islam.
Musyawarah tersebut menghasilkan beberapa usulan terkait dengan patokan awal kalender Islam. Ada yang mengusulkan tahun kelahiran Nabi, tahun pengangkatan Nabi, tahun wafatnya Nabi, dan tahun hijrahnya Nabi. Singkat cerita, akhirnya disepakati bahwa permulaan kalender Islam adalah tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW.[]
SUMBER: NU.OR.ID