ADA satu pertanyaan yang mengganjal terkait pencapaian gilang-gemilang dan pergerakan Kesultana Ottoman atau pemerintahan (Khilafah) Turki Utsmani. Yakni, benarkah para Sultan saat itu tak berhaji?
Khilafah Utsmani berkuasa hampir tujuh abad, tahun 1299-1922 Masehi. Kekuasaan yang ketika itu berpusat di Turki, telah mencapai Hongaria di bagian utara, Somalia di bagian selatan, Aljazair di sebelah barat, dan Irak di sebelah Timur.
Para orientalis mencibir atas kiprah para pemegang kekuasaan Ottoman, mengenai fakta ke-Haji-an yang diyakini benar-benar tak ada di pundak para khalifahnya.
BACA JUGA: Ini Persiapan dan Sunah Ibadah Haji
Para orientalis menganggap jika para sultan tersebut memiliki komitmen besar terhadap Islam, mengapa tak satupun dari mereka yang menunaikan haji ke tanah suci?
Anggapan bahwa tak seorangpun Sultan Ottoman berhaji memang benar adanya. Para sultan Ottoman ternyata belum ada yang menyandang gelar haji. Dan belum ada satu referensi kuat yang membuktikan mereka sudah berhaji.
Pembahasan ini pun menggerakkan sejumlah sejarawan Turki meneliti kembali apa faktor di balik belum berhajinya para sultan Ottoman?
Di antaranya adalah Prof Muhammad Maqsud Ouglu. Dalam artikel yang diterbitkan situs beyaztarikh.com, dia mengatakan alasan belum hajinya satu pun pemimpin Ottoman karena murni faktor istitha’ah atau kemampuan. Kewajiban berhaji terletak pada faktor ini.
Soal biaya dan kemampuan fisik, tak perlu dipertanyakan. Namun, faktornya adalah waktu dan faktor keamanan. Jangan bayangkan pergi berhaji pada masa itu seperti sekarang. Butuh waktu berbulan-bulan dan kondisinya tak cukup aman.
BACA JUGA: Hasil Penelitian: Sepanjang Sejarah Islam, Ibadah Haji Tidak Pernah Berhenti
Negara-negara yang menjadi rute perjalanan haji pada 1517 tengah berkecamuk perang. Portugal dan Spanyol menjadi ancaman yang mengintai negara-negara itu.
Dua negara kuat tersebut ketika itu mencari kesempatan kapapun Istanbul ditinggalkan oleh pemimpinnya. Jika tetap ditinggalkan untuk berhaji tentu ini akan sangat berbahaya bagi stabilitas dan keamanan negara.
Ancaman bahaya itu bukan tanpa alasan. Pada tahun yang sama, sejumlah data menyebutkan Portugal telah mengirim pasukan untuk menguasai laut merah, Syam, dan Makkah. Namun rencana itu berhasil digagalkan gubernur Makkah pada waktu itu, yakni Naumay.
Kendati demikian, persoalan ini tetap manjadi perhatian serius para sultan. Mereka mengirimkan wakil-wakil untuk menjadi badal haji. Ini dengan rujukan fatwa para ulama Ottoman yang membolehkan badal haji bagi orang hidup karena satu dan lain hal. []
SUMBER: REPUBLIKA