MENGENDALIKAN hawa nafsu tentunya tidak mudah. Butuh perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, hasilnya pun tentu berbeda-beda.
Terkait dengan pengendalian hawa nafsu, Imam Al Ghazali dalam buku Mizan al-‘Amal, menyebutkan tiga tingkatannya.
- Orang yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu
- Orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa nafsu
- Orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya
BACA JUGA: Ini 3 Tingkatan Manusia dalam Mengendalikan Hawa Nafsu
Lantas, apa yang perlu diperhatikan dalam upaya mengendalikan hawa nafsu ini?
Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, Al Ghazali menyampaikan bahwa manusia dituntut ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu (ghurur). Menurut Al-Ghazali, banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan untuk memuaskan egonya.
Sikap waspada diperlukan karena sering timbul kerancuan (iltibas) antara perintah akal (kebaikan) dan nafsu (keburukan). Berbeda dengan nafsu, akal secara umum menyuruh manusia kepada kebaikan. Namun, suatu saat kita bisa ragu-ragu dan tidak mampu mengidentifikasi dan menetapkan pilihan.
BACA JUGA: Kata-kata Renungan tentang Hawa Nafsu
Dalam situasi demikian, Al-Ghazali menganjurkan agar kita berpihak dan memilih sesuatu yang menyusahkan daripada yang menyenangkan. Alasannya, kebaikan pada umumnya menuntut kerja keras dan pengorbanan, sehingga terkesan menyusahkan. Ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
حُجِبَتِ الجنَّةُ بالمكَارِهِ و حُجِبتِ النَّارُ بالشَّهواتِ
”Surga dipagari oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan.” []
Referensi: Mizan al-‘Amal/Karya: Al Ghazali/Penerbit: Dar Al-Ma’arif/Tahun: 1964