KENIKMATAN datang kepada setiap hamba yang dikehendaki oleh Allah SWT. Begitu pula, nikmat yang telah diterima, bisa kapan saja dihilangkan oleh-Nya. Semua itu merupakan kehendak Allah SWT. Kita hanya bisa menerima atas ketentuan yang telah digariskan-Nya.
Allah SWT memerintahkan kita agar tidak bersedih jika kehilangan kenikmatan. Dan Allah juga memerintahkan kita agar tidak berlebihan dalam kegembiraan jika merasakan kenikmatan. Sebagaimana tercantum dalam firman-Nya, “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu,” (QS. Al-Hadid: 23).
Tetapi, kebanyakan manusia begitu sulit untuk memegang ayat itu. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Kenikmatan datang, bisa sebagai ujian, yaitu kenikmatan tersebut malah merugikan diri kita. Ini terjadi, mungkin saja akibat diri kita yang tidak melaksanakan hak Allah.
Jika kita mengalami hal seperti itu, lebih baik kita menyibukkan diri kepada hal-hal yang bermanfaat daripada kita hanya termenung, bersedih memikirkannya. Untuk apa mencari pelarian dengan mengerjakan sesuatu yang tidak baik. Padahal, waktu kita bisa dipergunakan untuk mempersiapkan kegiatan baru sebagai pengganti dari kenikmatan yang hilang itu.
Janganlah kita berpikir bahwa hilangnya kenikmatan tersebut adalah akibat dari sebuah peristiwa yang tidak kita ketahui sumbernya dan kita tidak mampu menolak kedatangannya.
Sebaiknya, jika kita mendapat kenikmatan, kita harus tetap menjalankan kewajiban dengan melaksanakan hak-hak Allah. Dan jika kita kehilangan kenikmatan, anggaplah bahwa itu sesuatu yang sudah lewat. Kemudian kita mencari sumbernya dan mencari pencegahnya. []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli as-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani