Oleh: Faqih Al Fadlil
faqihalfadlil97@gmail.com
DALAM hidup kita dihadapkan dengan beberapa masalah. Salah satunya adalah masalah finansial. Banyak orang di zaman sekarang memeras keringat hanya untuk mencari sesuap nasi. Ya, berbagai macam cara mereka lakukan untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Kelas orang dalam bekerja juga berbeda.
Ada yang bekerja dengan otot, dan juga ada yang bekerja dengan otak. Mereka yang bekerja dengan otot biasanya pekerjaanya sebagai tukang bangunan, tukang kebun, tukang batu, petani, peternak, dan lain sebagainya.
Adapun mereka yang bekerja dengan otak, biasanya mereka bekerja di dalam ruangan yang tak terkena panas matahari seperti; guru, karyawan kantor, manager, sekretaris, akuntan, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Bekerja Keras; Prinsip Seorang Muslim
Di mata manusia, tentu saja ada perbedaan level antara otot dan otak. Menurut kebanyakan orang pasti akan menganggap pekerjaan dengan otak level dan gengsinya lebih tinggi daripada pekerjaan yang menggunakan otot. Dan itu bisa dilihat dari penghasilan mereka.
Namun, semua itu akan berbeda jika kita lihat dari kacamata agama. Orang yang memiliki pekerjaan yang menetereng dan berpenghasilan besar, belum tentu lebih mulia ketimbang yang berpenghasilan sedikit. Gaji dan jabatan tidak ada urunnya dengan agama. Allah pun tak peduli dengan jumlah uang yang dipunya.
Tapi Allah melihat iman dan ketakwaan seseorang. Itu saja. Semua rezeki sudah Allah yang mengatur, apakah dia mendapat jabatan rendah atau tinggi. Yang paling penting adalah tindakan kita. Apakah kita amanah dalam mengerjakan tugas kita atau tidak. Apakah kita bertanggung jwab atas pekerjaan yang kita punya. Atau apakah kita sudha totalitas dalam melakukannya.
Di sisi Allah level pekerjaan bukanlah sesuatu yang penting. Bisa jadi ada karyawan yang sangat rajin dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya. Di sisi lain ada bos yang bekerja dengan malas, menyuruh anak buahnya sembarangan, memberikan instruksi serampangan.
Tentu saja si karyawan akan jauh lebih baik dari pada si bos. Pun sama dengan prajurit yang militan dan jendral yang penakut, tentu saja prajurit lebih baik dan utama.
Yang jelas ukuran manusia dan Allah sangatlah berbeda. Sebagus apapun orang di mata manusia, belum tentu demikian di mata Allah. Dan sebaliknya, di mata kita orang itu rendah, bisa jadi di mata Allah sangat mulia.
Karena ukuran Allah adalah iman dan takwa. Sedangkan iman dan takwa tidak bisa dilihat oleh mata kepala. Hanya Allah yang lebih tahu soal iman dan takwa. Adapun hal-hal yang berbau fisik mungkin manusia bisa menilai secara seksama.
Maka apapun pekerjaan yang kita miliki, harusnya dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Karena kemuliaan kita bukan pada pekerjaannya, melainkan pada etos kerja kita. Semakin baik dan berkualitas pekerjaan kita, semakin baik pula kita di sisi Allah.
Mungkin sebagus apapun pekerjaan kita, manusia hanya bisa memberi gaji yang sudah disepakati dengan kita. Tapi ketika kita bisa bekerja lebih, Allah-lah yang akan memberi gaji kepada kita. dan gaji Allah bukanlah uang kertas saja, mungkin kesehatan, kemudahan dalam urusan, terhindar dari maksiat, terhindar dari marabahaya, dan lain sebagainya.
Ibaratanya sebuah film, kita sebagai aktornya. Alur ceritanya sudah dibuat, tinggal kita jalani cerita tersebut. Kalau kita bisa menjadi aktor yang bagus dan hebat, maka sutradara akan sangat senang sekali. Tapi kalau kita salah-salah terus, maka sutradara akan marah dan bilang “Cut!”.
BACA JUGA: Kenapa Laki-laki Harus Bekerja Keras?
Maka hidup ini sudah ada yang ngatur. Ceritanya sudah ada dan tinggal dilakonkan. Urusan hasilnya baik dan buruk itu terserah kita. Mau membuat marah Allah atau membuat-Nya senang, itu ada di tangan kita.
Imam Syafi’I pernah mengatakan, “Selama saya masih hidup, pasti akan menemukan makanan. Dan kalau saya meninggal, pasti punya kuburan”. Yang jelas, jangan pernah mengeluh dalam menjalani hidup ini. Apapun yang kita dapati di dunia hanyalah sementara. Hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat. Maka focus terbesar kita seharusnya akhirat, bukan dunia.
Barang siapa yang mengutamakan akhirat, maka dunia akan ikut. Tapi jika kita mengutamakan dunia, akhirat tidak akan kita dapat. Allah telah berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” []