PADA hari yang dianggap baik, Kerry Christensen menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. Mempersiapkan makanan, menyiapkan keperluan sekolah dan membantu pekerjaan rumah mereka.
Tapi Kerry bukan seorang ibu rumah tangga kebanyakan seperti yang tinggal di Denver, Colorado. Dia seorang veteran perang Irak.
Meskipun ia sudah pulang dari peperangan selama lebih dari 2 ½ tahun, dia sekarang berjuang untuk pertempuran lain; perang terhadap rasa depresi, mimpi buruk, sulit tidur dan kemarahan. Dia mengatakan semua itu disebabkan oleh waktunya di Irak.
“Saya mulai merasakan perasaan bahwa ‘aku tidak layak. Aku tidak bisa membesarkan keluargaku,'” kata Kerry, seperti diceritakan CNN di tahun 2012 silam.
Tentara perempuan Amerika di Irak dan Afghanistan berjumlah 11 persen dalam enam tahun terakhir. Tidak seperti perang masa lalu, tentara perempuan sekarang ditugaskan pula di garis depan. Mereka melihat banyak kekerasan secara langsung.
Sebagai anggota Garda Nasional, Kerry tengah berada di sebuah tank di Irak. Dia ditembak dan hampir menjadi korban bom pinggir jalan ketika sebuah konvoi di depan miliknya diserang.
Selain ancaman terhadap nyawanya, Kerry mengatakan bahwa ia juga dilecehkan secara seksual oleh seorang atasannya saat bertugas dan pelecehan tersebut menambah tekanan ketika berada di zona perang.
Pada tahun 2007, Departemen Urusan Veteran menyatakan bahwa tentara wanita yang melaporkan gangguan kesehatan mental ketika kembali ke rumah angkanya lebih tinggi daripada tentara laki-laki.
Diperkirakan ada sekitar 60.000 veteran perang menderita trauma dan stress. 22 persen-nya menderita “trauma seksual militer,” yang mencakup pelecehan seksual atau penyerangan, dibandingkan dengan 1 persen dari tentara laki-laki.
Kerry mengatakan dia tidak suka meninggalkan tempat tinggalnya. Dia tidak pernah mengemudi lebih dari dua mil dari rumahnya.
Menurut Dr Darrah Wstrup, yang merupakan penasihat veteran perempuan di Klinik Kesehatan Perempuan di Menlo Park, California, “PTSD (Post Traumatic Stress Disorder atau gangguan kecemasan yang terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan/mengerikan) sebenarnya sesuatu yang muncul dari waktu ke waktu, sehingga proses pemulihan alami tidak terjadi.”
“Jadi tiga bulan atau lebih, Anda akan terus mengalami kesulitan tidur, terus bermimpi buruk, dan pikiran yang mengganggu,” kata Westrup.
Westrup mengatakan faktor lain yang juga berkontribusi terhadap kesehatan mental adalah tingginya jumlah trauma seksual yang dialami oleh yang bersangkutan. Dia mengatakan banyak wanita mengalami kesulitan melaporkan kepada atasan mereka trauma karena takut akan pembalasan.
“Ketika Anda berada dalam zona perang, hidup Anda tergantung pada orang-orang yang menonton Anda,” kata Westrup. “Orang-orang yang sama yang menyerang Anda adalah mereka yang akan melindungi Anda, atau Anda akan berjuang bersama keesokan harinya.”
Kerry menerima konseling dan terapi kelompok secara rutin. Seperti banyak penderita stres pasca-trauma, kondisi emosi jiwa Kerry masih naik turun. Dia bilang dia hanya bekerja untuk melewati perasaan bersalah, rasa malu, kontrol dan rendah diri.
“Saya kira kita tidak akan pernah sama lagi,” ujar Kerry. []
Sumber: http://edition.cnn.com/2008/US/03/19/women.veterans/index.html?iref=nextin#