SAHABAT Islampos, seseorang yang mencintai akan merasa jauh lebih mudah untuk bersabar dan bertahan terhadap apa atau siapa yang dicintainya. Ini karena dia melihat segala sesuatu sebagai sesuatu yang datang dari Tuhan. Salah satu kualitas luar biasa dalam kesabaran itu ditunjukkan Nabi Muhammad ﷺ. Dialah pemilik kesabaran tak terbatas.
Allah senantiasa bersama nabi Muhammad ﷺ, sebagaimana Dia selalu bersama orang-orang yang sabar:
“Allah pasti bersama orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah: 153)
Kata Al-Qur’an yang digunakan untuk kesabaran adalah sabr. Kita dapat menyampaikan gagasan sabr hanya dengan ungkapan-ungkapan seperti ketekunan melawan penderitaan, kesabaran dengan penundaan, ketekunan terhadap kesulitan, ketabahan dalam menghadapi kemunduran, keberanian melawan permusuhan, pengendalian diri terhadap provokasi, kekuatan tekad melawan godaan, dan keseimbangan atau ketenangan. pikiran tentang keberuntungan dan kemalangan.
Dalam semua makna yang ditunjukkan oleh ungkapan di atas, Nabi Muhammad ﷺ adalah model kesabaran yang sempurna bagi para pengikutnya.
Memang hidupnya menyajikan kepada kita contoh cemerlang dari seorang pria dengan daya tahan yang luar biasa: Ayahnya meninggal sebelum kelahirannya; ibunya meninggal ketika dia baru berusia enam tahun; dan kakeknya yang mengambil perwaliannya juga segera meninggal. Kemudian pamannya Abu Thalib yang melindunginya.
Dan ketika Allah mengangkatnya sebagai Nabi terakhir-Nya, dia dihadapkan pada penganiayaan dan permusuhan paling brutal dari kaumnya sendiri. Namun, pengalaman hidup yang keras ini tidak membuatnya menjadi sinis; sebaliknya, itu mampu menyempurnakan imannya kepada Allah, membuatnya semakin berkomitmen pada misi yang diberikan Tuhan.
Catatan kehidupan Nabi oleh orang-orang sezamannya memberikan kesaksian bahwa selama 13 tahun hidupnya di Makkah sebagai utusan Allah, ia menghadapi segala bentuk penistaan, boikot, pengusiran, dan ancaman kekerasan fisik. Namun, Nabi tidak bergerak sedikit pun dari misinya. Di sisi lain, dia tetap lembut, perhatian, dan simpatik, bahkan kepada musuh-musuhnya.
Pada masa-masa awal dakwahnya, penduduk Makkah telah mendekatinya melalui pamannya Abu Thalib dan memberikan tawaran yang sangat menggiurkan, seperti kepemimpinan Kota Makkah, gadis tercantik dalam pernikahan, dan kekayaan dalam proporsi yang sangat besar.
Nabi menolak semua tawaran ini dan berkata, “Aku bersumpah dengan nama Tuhan, wahai Paman, bahwa jika mereka menempatkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku sebagai imbalan untuk menyerahkan masalah ini (menyeru orang ke Islam), aku tidak akan pernah berhenti sampai Tuhan membuat itu menang atau aku binasa mempertahankannya.”
Ketabahan dan keteguhan melawan godaan ini tidak biasa bagi orang Arab pada masa itu.
Dan, bayangkanlah hari ketika Nabi Muhammad harus meninggalkan rumahnya, kotanya, dan kaumnya dan berhijrah ke tempat lain!
Hijrah adalah pengorbanan besar dan keputusan yang menyakitkan bagi Nabi pada saat ia melakukannya. Tetapi kenyamanan, kesukaan, dan ketidaksukaan pribadinya tidak memiliki nilai dalam menghadapi tugas besar di hadapannya.
Kita ingat saat ketika dia dan Abu Bakar, sahabatnya, hampir dikalahkan oleh pengejar mereka di Gua Tsur. Ketika Abu Bakar dengan cemas memberi tahu Nabi Muhammad ﷺ bahwa mereka hanya dua orang yang melawan musuh, dia mengatakan kepadanya dengan iman yang teguh kepada Yang Mahakuasa untuk tidak bersedih, karena Tuhan beserta mereka.
BACA JUGA: Keutamaan Bersyukur dan Bersabar
Dalam hal ketergantungan penuh pada Tuhan dan penyerahan yang setia kepada-Nya, Nabi adalah model yang tak tertandingi bagi semua Muslim. Karena dia mengajar para pengikutnya:
“Ketika kamu meminta sesuatu, mintalah itu dari Allah, dan jika kamu mencari bantuan, mintalah bantuan Allah. Ketahuilah bahwa jika orang-orang bersatu untuk memberi kamu beberapa manfaat, mereka hanya dapat memberi kamu manfaat dengan apa yang telah dicatat Tuhan untuk kamu, dan bahwa jika mereka bersatu untuk membuat kamu cedera, mereka hanya dapat melukai kamu dengan apa yang telah dicatat Allah untukmu. Pena ditarik dan halaman-halamannya kering.” (HR At-Tirmidzi)
Sumber tekad berani Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi semua pengalaman traumatis yang dideritanya adalah keyakinannya yang kuat kepada Tuhan dan ketergantungannya kepada-Nya. Keyakinannya bahwa Tuhan menyertainya ketika dia bergumul dengan keadaan yang tidak menguntungkan, terbukti dari ajaran ini:
“Anehnya jalan seorang mukmin karena ada kebaikan dalam setiap urusannya, dan ini tidak terjadi pada orang lain kecuali dalam kasus seorang mukmin; karena jika dia memiliki kesempatan untuk merasakan kesenangan, dia bersyukur (Tuhan); demikian ada kebaikan baginya di dalamnya, dan jika dia mendapat kesulitan dan menunjukkan kepasrahan (dan bertahan dengan sabar), ada kebaikan baginya di dalamnya.” (HR Muslim)
Kelembutan dan Kesabaran Nabi Muhammad ﷺ
Nabi Muhammad selalu perhatian dan pengertian, bahkan terhadap orang-orang yang bodoh dan sombong terhadapnya. Memang kesabaran dan kelembutan Nabi Muhammad mendapatkan cinta dan rasa hormat mereka, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu memperlakukan mereka dengan lemah lembut, dan seandainya kamu kasar dan keras hati, niscaya mereka akan bubar dari sekitarmu.” (QS Ali Imran: 159)
Sebuah insiden di Masjid Nabawi di Madinah menunjukkan betapa lembut dan baiknya Nabi kepada orang-orang bodoh. Abu Hurairah meriwayatkan, “Seorang Badui buang air kecil di masjid dan beberapa orang bergegas memukulinya. Nabi berkata, ‘Biarkan dia sendiri dan tuangkan seember air di atasnya. Kamu telah diutus untuk membuat segala sesuatunya menjadi mudah dan bukan untuk mempersulitnya.’” (HR Al-Bukhari)
Suatu ketika seorang pria mendekati Nabi meminta nasihat, dan Nabi berkata, “Jangan marah.” Pria itu meminta nasihat beberapa kali dan Nabi menjawab setiap kali, ‘Jangan marah.’” (HR Al-Bukhari)
BACA JUGA: Penjelasan tentang Sabar: dari Makna hingga Implikasinya
Penanya mungkin adalah orang yang mudah marah, dan karena itu Nabi menekankan perlunya mengendalikan amarahnya.
Nabi juga bersabda, “Dia yang kehilangan kesabaran dan kelembutan, pada kenyataannya, kehilangan semua kebaikan.” (HR Muslim)
Kita mungkin ingat hari Kemenangan Mekah (Fathu Mekah): Nabi masuk kembali ke kota itu setelah 10 tahun tinggal di Madinah, dan praktis tidak ada perlawanan karena ia ditemani oleh sejumlah besar Muslim.
Seluruh Mekah tunduk di kakinya saat dia berjalan masuk. Musuh-musuhnya berdiri menyerah menunggu putusannya, dan dia bisa saja berteriak “malapetaka” atau “melepaskan anjing-anjing perang” seperti yang biasa dilakukan oleh para komandan kemenangan pada masa itu. Namun sebaliknya, apa yang dilakukan Nabi Muhammad ﷺ kala itu?
Dalam terobosan bersejarah di atas tradisi lama, Nabi Muhammad ﷺ mengumumkan pengampunan dan amnesti kepada semua mantan musuhnya. Dia memberi tahu mereka dengan sederhana,”Kamu boleh pergi. Kamu adalah orang-orang yang bebas.” (Dishahihkan al-Albani)
Kebaikan dan kemurahan hati seperti itu tidak mungkin sia-sia, karena seluruh masyarakat Mekah setelah itu memeluk Islam, suatu prestasi yang tidak akan pernah bisa dicapai dengan menggunakan kekuatan. Dan tentu saja tindakan pengampunan yang luar biasa ini sesuai dengan perintah Al-Qur’an:
“Jangan ada paksaan dalam beragama.” (QS Al Baqarah: 256)
Kesetiaan yang tak tergoyahkan pada jalan Allah adalah keutamaan para nabi. Nabi Muhammad ﷺ adalah contoh brilian dari seorang pria berkomitmen yang ditunjuk ilahi untuk misi ini.
Maka tidak heran dia berdiri teguh melawan semua musuh dan akhirnya berhasil memenangkan hati dan pikiran jutaan orang. []
SUMBER: ABOUT ISLAM