SALMAN al-Farisi atau dengan nama asli Ruzbah lahir di desa Isfahan, Persia. Penduduk Persia ketika itu menyembah api sebagai perlambang cahaya.
Ketika tumbuh dewasa, salman resah dengan agama yang dianutnya. Ia kemudian memeluk agama Nasrani. Namun, ia kecewa karena pendeta yang diikutinya ternyata seorang yang korup. Salman akhirnya memutuskan untuk keluar dari Nasrani.
Salman lantas pergi ke negri Arab untuk mencari agama yang lebih baik yaitu dengan mengikuti serombongan pedagang. Ditengah jalan, ia dijual oleh pemimpin kafilah sebagai budak.
BACA JUGA: Nasihat Salman Al-Farisi kepada Abu Al-Darda
Selama di Madinah dia mendengar kedatangan Rasulullah SAW. Dia mencoba mendekati Rasulullah untuk memastikan bahwa ciri-ciri yang telah didengar dari berbagai sumber tentang kedatangan Rasul sebagai pembawa risalah kebenaran, benar-benar ada ppada diri Rasulullah.
Setelah berhasil menemukan kepastian, Salman akhirnya memeluk Islam. Dalam perjalanannya, Rasulullah membeli salman dan membebaskannya. Ia lantas memeluk Islam dengan bebas dan ikut serta dalam berperang membela Islam.
Ketika kaum Muslimin berhasil menaklukan Persia. Salman Al-Farisi merupakan orang yang ditunjuk menjadi amir atau gubernur oleh Khalifah Umar bin Khaththab dengan digaji 5000 dirham. Namun, seluruh gajinya ia bagikan kepada fakir miskin.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Salman menjual keranjang dari anyaman daun kurma. Penghasilan dari menjual keranjang tersebut hanya tiga dirham saja. Jumlah tersebut tak seberapa dibandingkan dengan 5000 dirham. Namun, inilah kerendahan hati serta kesederhanaan seorang salman Al-Farisi. Ia tidak mau menerima uang dari jabatannya.
Pada suatu hari Salman berjalan-jalan di Pasar dengan pakaian yang sederhana. Orang-orang yang melihatnya mengira bahwa Salman seorang yang fakir miskin. Tiba-tiba seorang musafir di pasar tersebut memanggilnya. Salman pun segera datang mendekat.
“Tolong bawakan barang-barangku ini !” ucap musafir tersebut sembari menunjuk kepada karung yang isinya begitu penuh.
“Iya, baiklah” jawab Salman, lalu barang itu diangkatnya dan ia mengikuti musafir tesebut dari belakang.
Tiba-tiba dalam perjalanan ada yang menyapa “Assalamu’alaikum, wahai Amir.”
“Wa’alaikumsalam wa rahmatullah”, jawab Salman.
Musafir tersebut kaget mendengarnya, bahkan rasa kagetnya semakin menjadi saja setelah beberapa orang lainnya kembali menyapa dengan mengatakan, “Wahai Amir, izinkalah kami yang membawa barang tersebut.”
Akhirnya musafir tersebut bertanya kepada salah seorang laki-laki yang berada di pasar, “Siapa laki-laki miskin yang membawakan barangku ini?”
“Tidak tahukah engkau, bahwa ia adalah seorang Amir?”
BACA JUGA: Kisah Salman Al-Farisi Mencari Cahaya Islam
Musafir tersebut seketika pucat pasi mendengar jawaban dari laki-laki tersebut. Ia merasa bersalah dan malu. Barulah ia tahu laki-laki yang diperintahnya adalah seorang Amir.
“Maafkan saya tuan, saya sungguh tidak tahu bahwa engkau adalah seorang amir. Izinkan barang itu saya yang membawanya,” Ucap sang musafir kepada Salman.
“Jangan! Biarkan aku selesaikan tugasku yaitu membawakan barang-barangmu.” Jawab salman dengan penuh kelembutan.
Begitulah sifat rendah hati seorang Salman Al-Farisi, dari kerendahan hatinya dan kesederhanaannya membuatnya jarang dikenali sebagai seorang amir melainkan seorang fakir miskin. Namun Allah menjamin surga baginya lantaran ia pemimpin yang adil. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/Penulis: Ummu Rumaisha/Penerbit: Al-Qudwah publishing/ Februari, 2015