SUATU ketika Rasulullah mengatakan bahwa keselamatan dan kebahagiaan manusia terletak pada kemampuannya menjaga lisannya. Menjadikan setiap apa yang diucapkannya bermanfaat dan menjadikannya lebih terhormat.
Namun sebaliknya, jika yang diucapkan adalah hal-hal yang negatif maka lisan kita akan menjadi penyebab hancurnya diri kita sendiri. Untuk itu setiap apa yang kita ucapkan haruslah bermakna, bermanfaat dan menjadi pengingat bagi yang mendengarnya.
BACA JUGA:
Bahaya Lisan
Jagalah Lisan, Tertawa Berlebihan Mematikan Hati
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Aku diberi nasihat oleh Rabb-ku dengan Sembilan perkara yang aku pun berwasiat kepada kalian dengannya. Dia mewasiatkan kepadaku untuk berlaku ikhlas dalam keadaan sembunyi atau pun terbuka, bersikap adil dalam keadaan ridha dan marah, berhemat dalam keadaan kaya atau miskin, agar aku memaafkan orang yang menzhalimiku, memberikan bantuan kepada orang yang enggan membantuku, menyambung tali persaudaraan kepada orang yang memutuskannya, agar menjadikan diamku adalah berpikir, dan pembicaraanku adalh zikir serta menjadikan pandanganku sebagai ibrah (pelajaran),” (HR. Razin).
Bahkan Umar bin Khaththab menegaskan bahwa berbicaralah yang terbaik dan bernilai serta minimalkan bercanda dan berbohong. Sebagaimana nasihat Umar ibnu Khaththab kepada Ahnaf bin Qais :
“Siapa yang banyak tertawa, wibawanya akan merosot. Siapa yang banyak bercanda, niscaya diremehkan. Siapa yang banyak berbicara dustanya. Siapa yang banyak dustanya, sidikit malunya. Siapa yang sedikit malunya, tipis waro’-nya. Siapa yang tipis waro’-nya mati hatinya.”
Dalam hadits nabi disebutkan bahwa keselamatan manusia terletak pada kemampuannya menjaga lisannya. Sehingga bisa menciptakan keselamatan individual maupun ketentraman sosial. []
Sumber : Membangun Karakter dengan Hati Nurani/Akh Muwafik Shaleh/Erlangga/2002