APA yang paling diharapkan dari seorang istri ketika tantangan dan cobaan berat menimpa suaminya? Ya, kesetiaan.
Kesetiaan adalah pondasi awal berumah tangga, karena kesetiaan merupakan janji yang sangat penting dalam mempertahankan hubungan rumah tangga agar tetap langgeng sampai mau memisahkan.
BACA JUGA: Penyebab Retaknya Hubungan Suami Istri
Keshalehahan seorang istri diuji kesetiaannya saat suami tak mempunyai apa-apa, dan keshalehan seorang suami kesetiaan diuji saat dirinya berada diambang tertinggi kesuksesaannya.
Kesetiaan itu sama halnya dengan kita berjanji pada diri sendiri dan pasangan, untuk saling melakukan keterbukaan, saling menaruh kepercayaan, dan saling menjaga satu sama lain. Namun, kesetiaan itu beragam ujiannya, tak sedikit antara suami dan istri mengalami ujian tersebut.
Kesetiaan wanita diuji saat lelaki tidak punya apa-apa, dan kesetiaan lelaki diuji saat dia memiliki segalanya. jika kita mempunyai segalanya dan ia mencintai, itu memang sudah kenyataan yang biasa. Namun jika kita tidak mempunyai segalanya dan ia masih mencintai, itulah sebuah ketulusan yang langka.
Maka bersyukurlah jika pasangan yang tengah menyanding kita memiliki sifat seperti itu, karena sesungguhnya tak perlu memiliki segalanya untuk bahagia.
Karena yang kita butuh hanya seseorang yang mampu membuat kita tersenyum ketika hati sedang terluka. Dan semoga kita dikaruniai pasangan halal yang tulus mencintai kita dan mampu saling membahagiakan.
Suatu kali terjadi peristiwa besar yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat beliau menyendiri di gua Hira’, merenungi kebesaran Penciptanya dan meninggalkan hiruk pikuk kejahiliyahan kaumnya, datanglah malaikat Jibril membawa wahyu-Nya yang pertama.
Berkali-kali malaikat Jibril mendekapnya dengan kuat seraya memerintahkan, “Bacalah!”. Berulang-ulang itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Saya tidak dapat membaca”.
Kemudian turunlah surat Al-‘Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ * الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ * عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Setelah kejadian tersebut, Rasulullah SAW kembali ke rumahnya dengan badan gemetar. Ketakutannya masih belum hilang dengan apa yang baru saja dia alami.
Beliau segera masuk menemui istrinya, Khadijah, sambil mengatakan, “Selimuti aku! Selimuti aku!”, Khadijah pun menyelimutinya tanpa berucap sepatah kata.
Tatkala perasaan takut Rasulullah SAW mulai berkurang, beliau menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi di gua Hira’ kepada istrinya yang setia.
“Aku khawatir jika terjadi apa-apa pada diriku.” ujar Rasulullah SAW.
“Tenanglah! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu. Engkau adalah orang yang suka menyambung silaturahim, berkata jujur, dan membantu orang yang lemah, serta suka menolong pada jalan kebaikan.” hibur Khadijah kepada suaminya.
Kemudian Khadijah mengajak Rasulullah SAW pergi ke rumah pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang tua renta dan buta yang tekun mempelajari isi kandungan kitab Taurat dan Injil.
Khadijah menyampaikan apa yang terjadi. Mendengar hal tersebut, Waraqah tampak gembira.
“Itu adalah Jibril yang dahulu Allah turunkan kepada Nabi Musa. Engkaulah Nabi terakhir bagi umat ini.” kata Waraqah berseri-seri.
Demikianlah, Khadijah merupakan istri teladan, penolong utama Rasulullah SAW. Dia membela suaminya dengan jiwa dan hartanya. Dia pula yang pertama kali beriman dan meyambut dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ikut menanggung berat dan pedihnya tantangan dakwah yang diserukan Rasulullah SAW.
BACA JUGA: Suami, Begini 9 Cara Bilang Cinta pada Istri
Karena itu, ketika Khadijah wafat, kenangan indah bersamanya selalu terbayang di benak Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Dia beriman kepadaku saat orang-orang ingkar kepadaku. Dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dia menyerahkan hartanya untukku tatkala orang-orang menahan hartanya untukku. Allah memberikanku keturunan melalui dirinya, sementara yang lain tidak.”
Begitulah, Khadijah mendampingi Rasulullah SAW di masa awal perjuangannya yang sangat berat hingga ajal menjemputnya. Demikianlah, istri yang setia senantiasa siap sedia berkhidmat kepada suaminya.
Oleh karena itu, semasa Khadijah hidup Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita selainnya. []
SUMBER: MUSLIMAH