MANUSIA sombong hanya akan menghinakan dirinya sendiri. Semakin merasa hebat dan merendahkan orang lain, saat itu pula ia mengerdilkan dirinya di hadapan manusia dan Allah SWT. Satu-satunya yang boleh sombong hanyalah Allah SWT Sang Penguasa Alam Semesta. Apa yang patut manusia banggakan? Padahal, ia tahu bahwa dirinya adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya suatu saat nanti.
Biasanya orang sombong punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Baik itu berupa harta yang berlimpah, wajah rupawan, kepintaran yang lebih dan keistimewaan-keistimewaan lainnya.
BACA JUGA: Sombong atau terlalu Percaya Diri?
Namun, sadar ataupun tidak, kesombongan hanya akan berdampak buruk bagi dirinya sendiri.
Salah satu bentuk kesombongan adalah manusia yang menolak kebenaran. Saat seseorang berbuat kesalahan, ia seolah tak menyadari telah berbuat salah. Ketika diingatkan, ia tak mau menerima kebenaran dari orang lain.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.” Salah seorang sahabat lantas bertanya: ‘Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik? Maka beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim).
Satu-satunya faktor yang membuatnya seperti itu adalah kesombongan. Inilah yang akan menyengsarakan hidupnya kelak.
Seorang penyair pernah bertutur:
Tetapi mereka tidak mendengar perkataan hidayah (kebenaran)
Ketika ia datang dari anak yang paling kecil
Namun, mereka justru menyerangnya dengan segala kemungkaran
Mereka menuduhnya orang sakit dan kurang waras
BACA JUGA: Kenapa Dokter Itu Begitu Sombong?
Adapun ulama salaf terdahulu, selalu menerima kebenaran dari manapun datangnya.
Abu Hunaifah perah berkata, “Saya memelajari cara tahallul (dalam manasik haji) dari para tukang cukur.” Tak hanya itu Imam Malik bin Anas juga pernah bertanya kepada muridnya yang masih muda, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dalam salah satu masalah tentang perceraian. []
Referensi: Ruqyah Jin, Sihir dan Terapinya/Karya: Syaikh Wahid Abdussalam Bali/Penerbit: Ummul Qura