DALAM sehari, berapa kali kita mengonsumsi makanan instan? Sekali, dua kali, tiga kali, atau lebih? Atau jangan-jangan kita tidak tahu jika makanan yang kita konsumsi termasuk dalam jenis makanan instan?
Untuk itu, ada baiknya kita mengenali bahan-bahan berbahaya pada makanan instan yang biasa kita konsumsi, sadar atau tidak sadar.
Lemak trans
Bahan makanan ini umumnya terdapat pada kue kemasan seperti muffin, microwave popcorn, kerupuk, margarin, dan cracker. Bahan ini juga kerap kita temukan di hidangan cepat saji seperti kentang goreng. Penelitian menunjukkan, lemak trans dua kali lebih berbahaya bagi jantung dibanding lemak jenuh, dan menyebabkan sekitar 30 ribu sampai 100 ribu kematian dini akibat penyakit jantung setiap tahun.
Lemak trans lebih buruk bagi jantung daripada lemak jenuh karena meningkatkan kadar kolesterol jahat LDL dan menurunkan kolesterol baik HDL. Hal ini memicu masalah ganda untuk arteri kita. Lemak trans juga meningkatkan kadar lipoprotein dan trigliserida yang dapat menyumbat pembuluh darah arteri.
Jika kita menemui label-label berikut: “partially hydrogenated”, “difraksinasi atau fractionated” dan “terhidrogenasi atau hydrogenated”; itu artinya makanan kita mengandung lemak trans.
Biji-bijian olahan
Memilih makanan yang terbuat dari biji-bijian olahan seperti roti putih atau pasta putih dapat meningkatkan risiko serangan jantung hingga 30%. Kita harus menjadi pembelanja yang cerdas. Jangan juga tergoda dengan produk yang hanya ditabur serpihan gandum di permukaannya, sehingga seolah-olah terbuat dari gandum utuh. Setidaknya sudah ada tujuh studi yang menunjukkan, bahwa perempuan dan laki-laki yang makan gandum utuh memiliki risiko lebih rendah mengidap penyakit jantung sebesar 20 sampai 30 persen.
Sebaliknya, mereka yang memilih produk instan dari biji-bijian olahan, lebih berisiko terkena serangan jantung, resistensi insulin, dan tekanan darah tinggi.
Salt atau garam
¾ garam atau sodium yang kita konsumsi setiap hari tidak berasal dari garam di meja atau dapur. Kita lebih banyak mengonsumsinya dari makanan instan atau makanan olahan. Seperti sup instan, saus, mie instan dan lain sebagainya.
WHO menganjurkan konsumsi garam maksimal 5 g sehari. Sedangkan berdasarkan data Susenas pada 2002, 2007, dan 2009 (Hardinsyah, 2011), rata-rata konsumsi garam penduduk Indonesia masing-masing adalah antara 5,7 – 63 gram per hari; itu artinya lebih tinggi dari standar WHO.
Untuk diketahui, sebanyak 98% asupan sodium akan diserap di usus, dan kelebihannya akan disaring di ginjal, dan dikeluarkan melalui keringat dan urin. Sayangnya, seiring dengan pertambahan usia, fungsi ginjal cenderung menurun. Akibatnya, kelebihan sodium menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Konsumsi garam yang berlebihan terkait erat dengan peningkatan risiko beberapa penyakit kronis, terutama tekanan darah tinggi (hipertensi), jantung.
Mengurangi konsumsi makanan instan dan olahan pabrik akan sangat membantu agar tubuh tidak kelebihan sodium.
High-fructose corn syrup alias siru jagung fruktorsa tinggi
Coba kita periksa makanan atau minuman instan dalam kemasan yang dijual di supermarket dan lihat labelnya. Kita akan dengan mudah menemukan makanan atau minuman yang mengandunghigh fructose corn syrup atau sirup jagung fruktosa tinggi.
Fruktosa tidak bisa secara langsung digunakan oleh tubuh menjadi sumber energi sebelum diubah dahulu menjadi glukosa. Jadi proses untuk memperoleh energi dari sukrosa harus melewati jalan yang lebih panjang dan memakai energi. Dan ini hanya bisa terjadi di hati dan sel sperma.
Mengonsumsi fruktosa secara berlebihan mengakibatkan terpicunya proses pembentukan lemak di hati yang selanjutnya akan dikeluarkan ke peredaran darah. HFCS juga bertanggungjawab terhadap masalah kesehatan lain seperti kegemukan, Kolesterol tinggi, masalah insulin, diabetes tipe-2, kerusakan hati, tekanan darah tinggi dan penyakit hati.
Untuk mengetahui apakah suatu makanan mengandung HFCS atau tidak, periksa apakah di kemasannya tertulis pemanis jagung, sirup jagung, atau sirup jagung tinggi fruktosa. []
Sumber: Kompas