SETELAH Khaibar ditaklukkan, Al-Hajjaj bin Ilath As-Sulami datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku memiliki harta kekayaan yang dipegang istriku, Ummu Syaibah binti Abu Thalhah, di Makkah.”
Ummu Syaibah adalah istri Al-Hajjaj bin Ilath dan darinya ia dikaruniai anak yang bernama Mu’ridh bin Al-Hajjaj. Ia melanjutkan pembicaraannya, “Aku juga memiliki harta kekayaan di tangan para pedagang Makkah, maka dari itu, berilah aku izin untuk pergi ke sana!”
Rasulullah Shallalhhu Alaihi wa Sallam mengizinkannya.
BACA JUGA: Al-Aswad, Pengembala Kambing di Perang Khaibar
Al-Hajjaj bin Ilath menceritakan, “Saat aku sudah mendapat izin Rasulullah, aku segera berangkat menuju Makkah. Pada saat sampai di Tsaniy yatul Baidha, aku mendapati banyak sekali orang-orang Quraisy yang sedang mencari dan menanyakan kabar tentang Rasulullah, karena berita keberangkatan beliau ke Khaibar telah sampi ke telinga mereka tentunya mereka tahu bahwa Khaibar adalah kawasan yang paling subur, kuat, dan paling banyak penduduknya di Hijaz. Mereka terus mencari-cari kabar berita dan mengorek tentang kondisi Rasulullah kepada setiap musafir.
Dan pada saat mereka melihatku, mereka berkata, “Itu dia Al-Hajjaj bin Ilath, mereka belum mengetahui keislamanku, demi Allah, ia pasti membawa kabar. Wahai Abu Muhammad, tolong berita tahu kepada kami tentang seorang yang memutus hubungan kekerabatan (Nabi) sebab kami mendengar berita dia sedang bergerak menuju Khaibar, padahal Khaibar adalah negeri Yahudi dan kawasan di Hijaz yang paling subur.”
Aku menimpali, “Aku pun mendengar demikian. Aku juga mempunyai berita yang menggembirakan buat kalian.”
Mereka berkumpul di sekeliling untaku. Mereka berkata, “Apa gerangan berita itu wahai Al-Hajjaj?”
Aku berkata, “la kalah perang dan kalian belum pernah mendengar kekalahan seperti kekalahan yang dideritanya. Sahabat-sahabatnya terbunuh dan kalian belum pernah mendengar pembunuhan seperti yang mereka alami. Bahkan Muhammad sendiri tertawan.”
Orang-orang Khaibar berkata, “Kami tidak akan membunuhnya, tapi kami akan mengirim dia ke Makkah biar orang-orang Makkah sendiri yang membunuhnya sebagai tindakan balas dendam atas terbunuhnya orang-orang mereka.”
Orang-orang Quraisy berdiri seraya berteriak, “Nah ini baru berita! Kalian tinggal menanti Muhammad digiring kepada kalian lalu dibunuh di hadapan kalian.”
Aku berkata, “Namun sebelum itu, bantulah aku untuk mengumpulkan hartaku di Makkah dan dari orang yang berhutang padaku, karena aku ingin pergi ke Khaibar untuk membeli barang-barang Muhammad dan sahabat-sahabatnya sebelum ada para pedagang yang lain yang mendahuluiku.” Mereka pun segera mengumpulkan harta milikku dengan cepat.
Aku mendatangi istriku dan bertanya kepadanya, “Dimana hartaku? Semoga aku bisa pergi ke Khaibar dan ada kesempatan membeli barang rampasan Muhammad sebelum ada pedagang lain yang mendahuluiku.”
Ketika Al-Abbas bin Abdul Muthalib mendengar berita yang aku bawa, ia mendatangiku dan berdiri di sampingku, saat itu aku berada di salah satu tenda milik salah seorang pedagang. Ia bertanya, “Wahai Hajjaj, apakah berita yang engkau bawa?”
Aku menjawab, “Apakah engkau bersedia menjaga sesuatu (rahasia) yang akan aku simpan padamu?”
Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab, “Ya.”
Aku berkata kepada Al-Abbas bin Abdul Muthalib, “Jika demikian maka pergilah, nanti kita bertemu lagi di tempat yang sepi, sebab kini aku sibuk mengumpulkan hartaku sebagaimana yang engkau saksikan.”
Seusai mengumpulkan seluruh hartaku di Makkah dan telah siap untuk pulang, aku mendatangi AlAbbas bin Abdul Muthalib. Aku sampaikan kepadanya, “Jagalah pembicaraanku ini Wahai Abu Al-Fadhl, karena aku khawatir diburu –ia mengatakan itu hingga tiga kali–. Katakan apa saja yang engkau inginkan selain apa yang aku bicarakan ini!”
Al-Abbas bin Al-Muthalib berkata, “Akan aku laksanakan.”
Aku berkata, “Demi Allah, aku tinggalkan ponakanmu itu dalam keadaan sedang menjadi pengantin dengan puteri raja mereka, Shafiyah binti Huyay. Khaibar telah ia kalahkan. Ia telah mengeluarkan seluruh isi yang berada di dalamnya. Khaibar kini menjadi miliknya dan para sahabatnya.”
Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata, “Apakah tidak salah apa yang engkau katakan ini, wahai Hajjaj?”
Aku katakan kepada Al-Abbas bin Abdul Muthalib, “Tidak! Demi Allah, rahasiakanlah ini, sesungguhnya aku telah masuk Islam. Dan tidaklah aku datang ke sini kecuali untuk mengambil hartaku karena aku khawatir harta tersebut dirampas. Jika telah lewat tiga hari, barulah sebarkan perihal diriku seperti engkau inginkan.”
Pada hari ketiga, Al-Abbas bin Abdul Muthalib dengan mengenakan pakaian yang dibubuhi parfum dan memakai tongkat, dia pergi ke Ka’bah dan dia pun thawaf. Pada saat orang-orang Quraisy melihatnya, mereka berkata, “Wahai Abu Al-Fadhl, demi Allah, alangkah tabahnya engkau atas musibah yang berat yang sedang menimpa!”
Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab, “Tidak! demi Allah. Sungguh Muhammad telah menaklukkan Khaibar, dia kini menjadi pengantin dengan putri raja mereka, dan mengambil seluruh harta benda yang berada di dalamnya kemudian menjadi miliknya dan para sahabatnya.
BACA JUGA: Muslimah di Perang Khaibar
Mereka bertanya, “Siapakah yang membawa berita ini?”
Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab, “Berita ini disampaikan oleh orang yang telah datang kepada kalian dan menyampaikan berita yang berlainan. Sebenarnya ia datang ke tempat kalian dalam keadaan Muslim dan mengambil seluruh hartanya, lalu pergi untuk bergabung dengan Muhammad dan para sahabatnya. Sekarang orang tersebut sedang bersama dia.”
Mereka berkata: “Wahai hamba-hamba Allah, musuh Allah itu telah lolos. Demi Allah, andai kita mengetahui berita ini sebelumnya, maka pasti kita akan membuat perhitungan dengannya.”
Tak lama kemudian, kabar yang sebenarnya tentang nabi Muhammad sampai kepada mereka. []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media