Oleh: Ulfatun Ni’mah
Pemerhati Generasi
nimahulfatun23@gmail.com
KETIKA harus berdiskusi tentang kematian bersama buah hati. Apa yang akan ayah bunda jelaskan? Mengenalkan ananda pada kematian. Ada yang berkata ini terlalu awal. Apa lagi saat usia ananda masih balita. Efeknya dapat membuat ananda ketakutan. Iya awalnya anak sulung saya merasa takut. Mendengar cerita mendadak tentang kematian.
Suatu malam, sebelum tidur. Tiba-tiba ananda menangis sesenggukan. Ia berkata bahwa tidak mau mati.
“Loh, memangnya kenapa, nak?” Saya penasaran kok tiba-tiba membahas tentang kematian. Rupanya siangnya main ke rumah tetangga. Ibu temannya berpamitan hendak melayat. Ada kerabat yang meninggal. Mulailah anak saya bertanya tentang apa itu meninggal. Kenapa orang meninggal. Bagaimana keadaan setelah orang meninggal. Pembahasan yang cukup berat. Tidak bisa dijawab dengan buru-buru. Apa lagi tanpa persiapan.
BACA JUGA: 5 Peran Anak bagi Orangtuanya
Melihat ananda sedih campur penasaran. Akhirnya saya menjelaskan tentang kematian saat itu juga. Memohon pada Allah agar dimudahkan. Menata kalimat agar ananda belajar dengan nikmat. Mumpung ananda bertanya, saat yang tepat mengisi pikiran dan hati ananda dengan pemahaman yang tepat. Belajar tentang apa itu kematian. Sekaligus mempersiapkan diri menyambut datangnya kematian.
Hal yang membuat ananda takut dari kematian adalah setelah mati akan hidup sendiri di alam kubur. Saya pun menjelaskan tentang amal shalih yang akan menjadi teman. Bacaan Alquran yang akan senantiasa menemani dan menjadi penerang. Hingga akhirnya ananda paham. Tak perlu takut sendirian. Jika kita rajin beamal shalih dan senantiasa dekat dengan Alquran.
“Nanti kita ketemu lagi nggak, Mi? Aku gak mau pisah sama Abi dan Ummi.” Kini wajahnya kembali sendu. Saya mengusap lembut rambutnya sebahu. Menyandarkan kepalanya ke dalam dekapan. Berharap ia merasa lebih tenang.
“InsyaAllah kita akan dikumpulkan kembali. Bersama keluarga dan sahabat tercinta. Bersama orang shalih dari seluruh dunia. Bahkan bersama para nabi, Rasulullah SAW beserta sahabatnya. Asyik bukan? ” jawab saya disambut binar bahagia oleh ananda.
“Syaratnya kita meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Yaitu dalam keadaan terbaik kita. Dalam keadaan mengingat Allah. Serta mengucapkan kalimat syahadat.”
“Asyhadu an laailaaha illallah. Wa asyhadu anna muhammadan Rasuulullah. Gitu ya, Ummi?”
“Masyaa Allah. Anak Ummi hebat.” Diskusi pun usai. Ananda terpuaskan.
Menyenangkan bukan berdiskusi dengan ananda? Pembahasan menakutkan terasa lebih menyenangkan. Tentunya hal ini butuh ilmu dan kesiapan. Tidak tergesa-gesa dan harus sabar. Terpenting adalah meningkatkan kualitas iman ananda. Menyemangati untuk taat pada Allah ta’alaa.
BACA JUGA: Tips untuk Orangtua Kenalkan Konsep Uang kepada Anak
Menjadi ibu mengharuskan kita terus mengupgrade diri. Membekali diri dengan ilmu agama dan dunia. Berusaha menjadi pemuas jiwa ananda yang tengah dahaga. Belajar banyak hal secara tiba-tiba. Sebagai madrasah utama dan pertama kita mengupayakan pendidikan terbaik untuk ananda. Menjawab setiap tanya dengan singkat, tepat, dan memuaskan.
Mari ayah, bunda. Semangat mengupgrade diri. Welcome dengan pertanyaan buah hati. Jika memang belum mampu menjawab pertanyaan ajaib saat itu juga, berusahalah memberi pengertian. Jujur pun tak megurangi kehormatan. Minta ananda bersabar dan memberi waktu bagi kita untuk mencari jawaban. Hal ini dapat menjaga semangat belajar ananda lewat bertanya. Ananda merasa dipaham, disayani serta mendapat dukungan yang berarti.
Semoga Allah mampukan bagi kita untuk membersamai tumbuh kembang ananda. Menjadi pendidik utama yang menyenangkan. Aamiin. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.