Oleh: Iis Nuryati, iisnuryati93@gmail.com
SUDAH beberapa menit berlalu dari waktu isya’, namun Fatia masih duduk terpekur di atas sajadah. Matanya tertuju pada beberapa lembar kertas di depannya. Pada tulisan yang diketik rapi di atasnya. Dan pada selembar foto yang tercetak di lembar terakhir.
Sungai kecil mengalir pelan di pipinya. Pelan, tetapi makin lama makin menderas. Dilantunkannya istighfar, lalu dengan segera dimasukkannya proposal biodata itu ke amplop coklat. Hatinya membisikkan doa, “Ya Allah, gantilah yang lebih baik darinya untukku.”
BACA JUGA: Ini Hukum Taaruf dalam Islam
Kenyataan tak seperti harapan. Entah sekali, atau berkali-kali, kita pasti pernah merasakannya. Kita ingin berhasil, nyatanya gagal. Kita berharap yang baik (menurut kita), tetapi Allah menghendaki yang buruk (menurut kita juga).
Ada banyak kisah tentang hal ini. Salah satunya seperti yang dialami Fatia. Ta’arufnya dengan seorang ikhwan tak bisa dilanjutkan karena suatu hal.
Hati Fatia yang awalnya belum tertambat pada siapa pun, mau tidak mau, menjadi berbunga ketika tetiba ada sosok lelaki menyatakan niatnya untuk menempuh hidup bersama. Lelaki itu memenuhi kriteria yang diinginkannya. Maka bagaimana ia akan menolaknya? Tetapi tak seperti yang disangkanya, proses itu terpaksa terhenti dan membuyarkan semua harapannya. Bunga pun layu sebelum sempat berkembang.
Sedih? Pasti. Kecewa? Wajar. Tetapi kesedihan dan kekecewaan tak boleh dibiarkan terus berlarut. The show must go on. Dalam kasus apa pun. Awalnya mungkin akan terasa berat, tetapi bukan berarti akan selamanya berat. Dengan selalu meyakini bahwa segala yang terjadi merupakan ketentuan Allah, kesedihan akan hilang dan luka akan sembuh.
Selanjutnya, tetaplah kita berbaik sangka pada Allah. Menyelami hikmah di balik setiap peristiwa yang menimpa diri kita. Mungkin Allah hendak menjadikan kita makin dekat denganNya, atau menggantinya dengan yang lebih baik atau hikmah lain yang tak pernah kita sangka sebelumnya. Semua mudah bagi Allah.
Seperti itulah Al Qur’an mengajarkan sikap yang harus dilakukan seorang mukmin saat menghadapi tak sejalannya kenyataan dengan harapan. Tetapi pada beberapa kasus, terutama yang menyangkut masalah hati seorang perempuan, persoalan seperti ini menjadi sedikit lebih rumit.
BACA JUGA: 9 Tips Sukses Jalani Taaruf (2-Habis)
Perempuan, bagaimana pun sangat gampang terbawa perasaan. Hati telah merelakan, tetapi melupakan seseorang tak sesederhana mengucapkan. Jangankan melihat fotonya, membaca statusnya saja bisa membuatnya teringat yang sudah lewat. Jangankan bertemu orangnya, mendengar namanya disebut saja, sudah cukup membuka kembali duka hatinya. Karena itu, butuh kekuatan lebih besar agar hati bisa segera pulih seperti belum pernah ada seorang pun singgah di hatinya.
Seiring doa yang harus selalu dilantunkan, menyibukkan diri dengan aktivitas positif akan sangat bermanfaat untuk menghilangkan kesedihan. Dan, membuang jauh segala hal yang berkaitan dengan luka itu layak menjadi pilihan. Lalu, fokus menatap ke depan, tak perlu menengok ke belakang. Selanjutnya, insya Allah waktu akan membantu melupakan.
Berencana dan berharap adalah ranahnya hamba, sedang menetapkan adalah hak Sang Pencipta. Jika suatu ketika harapan kita tak sebagaimana yang ditetapkan Allah, itu artinya kita mesti mengikhlaskan. Bukankah yang datang dari Allah adalah yang terbaik buat kita?
“Tetapi boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al Baqarah: 216).
Para akhwat yang masih sendiri tentu tak ingin menjadi Fatia-Fatia berikutnya, tetapi bersiaplah menjalani apa pun eposide kehidupan yang ada di depan kita. Keep moving on. []