PADA satu masa saat Ummu ‘Abdillah hendak pergi hijrah ke Habasyah, ia melihat kelembutan ‘Ummar yang berkata, “Semoga Allah bersama kalian.” Bahkan kejadian itu membuat hati ‘Umar merasa sedih dan ia mencela dirinya sendiri.
Setelah pereistiwa hijrah ke Habsyah, dakwah Islam terus berkembang. Hingga suatu hari ‘Umar mendengar jika Nabi dan para sahabatnya tengah berkumpul di rumah Arqam bin Abil Arqam di Shafa.
BACA JUGA: Umar Ingin Keluarganya Jauh dari Kesombongan
Saat di perjalanan, ’Umar yang bermaksud menghampiri Nabi, bertemu dengan Nu’aim. Seketika ia terperanjat. Tak percaya jika Nu’aim mengatakan sepupu dan adik kandungnya telah menjadi pengikut Nabi. Sampailah ia di depan rumah adik perempuannya, lantunan surah thaha terdengar olehnya.
‘Umar menanyakan pada keduanya, “Bacaan apa yang tadi aku dengar?”
Dengan wajah tegang mereka menyembunyikan kebenarannya.
Lalu ‘Umar mendekati sepupunya, Sa’id bin Zaid, yang juga suami Fatimah yang tak lain adiknya sendiri. Keduanya diperlakukan kasar oleh ‘Umar.
Mereka berkata “Kami telah masuk islam, beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Silahkan berbuat apa saja yang engkau inginkan kepada kami.”
Hati ‘umar mulai lunak setelah mendengar ucapan Fatimah. “Berikan lembaran yang tadi aku dengar. Aku bersumpah akan mengembalikan lembaran itu jika telah selesai ku baca,” ucap ‘Umar.
BACA JUGA: Aku Tidak Menerima Alasan Umar
“Saudaraku sesungguhnya lembaran ini hanya boleh disentuh oleh orang suci.”
Kemudian ‘Umar berdiri dan begegas mandi.
Selesai mandi Fatimah memberikan lembaran tersebut kepadanya. Tertulis “Thaha”, hingga ‘Umar larut dalam bacaan. Lalu, ia mencium lembaran itu. Di sinilah, cahaya islam menyusup ke dalam jiwa ‘Umar. []
Sumber: DR. Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.