TETAPI inilah uniknya jalan cinta para pejuang. Cita untuk meraih syahd berrisiko berubah menjadi hawa nafsu. Maka berhati-hatilah saudaraku. Ketika citamu semakin tinggi, angin akan lebih dingin, menusuk-nusuk tulang, membekukan darah, lalu berbisik padamu dalam hipotermia yang tak tertolong, “Cukup. Pahalamu sudah banyak.”
Itu diantaranya yang disadari oleh Khalid ibn Al-Walid, pedang Allah yang senantiasa terhunus. Maka ketika ia dipercepat oleh Umar dari jabatan panglima, kata-katanya begitu indah, “Semoga Allah merahmatai Umar yang telah membebaskanku dari beban ini. Ketika masih menjadi panglima, aku tak hanya berfikir tentang diriku, tapi juga pasukanku. Ini membuatku harus memilih untuk selalu tetap hidup dan meraih kemenangan bagi agama Allah. Kini aku adalah prajurit biasa. Aku bebas meraih cita-citaku untuk syahid!”
Maka dialah Khalid, yang tiap melewati gunung dan lembah selalu memikirkan strategi pertempuran apa yang akan dipakainya beserta segala kemungkinan lain. Maka dialah Khalid, yang 13 kali berganti pedang karena patah dalam perah Mu’tah saking dahsyatnya dia memimpin 3000 pasukannya melawan 200.000 leguin Romawi. Maka dialah Khalid yang kudanya membelah barisan musuh untuk memberi jalan pasukannya, lalu menukar-nukar posisi prajurit agar musuh mengira pasukannya, lalu menukar –nukar posisi prajurit agar musuh mengira pasukannya mendapat bala bantuan baru. Dan dialah Khalid yang cita-citanya tetaplah syahid. Ia tak terbawa nafsu untuk tergesa meraihnya ketika dia masih harus bertanggungjawab bukan hanya sebagai pribadi, tapi sebagai anglima. Dan Khalid pun mendapatkan syahidnya meski dia wafat di ranjang. []
Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang/Salim A. Fillah/Pro-u Media