Apakah peristiwa yang menakutkan itu? Jika majelis-majelis ceramah masih ada, tetapi dakwah telah menghilang. Inilah masa yang mendebarkan. Inilah masa yang amat mengkhawatirkan. Jika pengajian ada dimana-mana, tetapi tidaklah seseorang berdiri menyampaikan kecuali apa yang menyenangkan pendengar saja, itulah musibah.
Apakah hal terpenting dari dakwah? Memberi kabar gembira dan peringatan; menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Seruan tersebut beriring dengan mengajarkan ilmu sehingga semangat beragama itu berlandaskan tuntunan yang jelas, berpijak pada dasar yang kokoh. Jadi bukan asal bersemangat belaka. Dan inilah yang mengantarkan musliimin terdahulu sebagai ummat terbaik. Ini pula yang akan dapat mengantarkan muslimin untuk jadi terbaik.
Allah Ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron 3: 110).
Apa syarat untuk menjadi ummat terbaik itu? Berkumpulnya tiga perkara: tegaknya amru bil ma’ruf, kokohnya nahy munkar dan iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semua itu berlandaskan ilmu di atas dasar yang shahih.
Sesungguhnya jatuhnya Islam bukan ketika jumlahnya sedikit. Runtuhnya kejayaan juga bukan ketika muslimin miskin. Tapi ketika dakwah ini terhenti.
Tengoklah sejarah apa sebabnya ahlus sunnah runtuh di Persia? Bukan karena jumlah kita sedikit saat itu. Bukan. Tetapi bermula dari terhentinya dakwah sehingga besar jumlah tak menjadikan kita berdaya. Mudah runtuh oleh pukulan yang kecil. Sedangkan tanpa itu pun kita telah lemah.
Berapa jumlah kita di negeri ini? Sangat banyak. Terbanyak, bahkan. Tetapi apakah dengan jumlah kita yang mayoritas menjadikan diam kita disegani dan suara kita didengarkan? Tidak. Apa sebabnya? Renungilah dalam-dalam. Renungi dengan hati bersih dan pikiran jernih.
Sungguh, jika ceramah agama telah berubah menjadi hanya sejenis hiburan, majelis ilmu ditinggalkan, maka umat ini hanya menjadi bilangan angka tanpa ‘izzah. Tanpa kehormatan, tanpa wibawa.
Jadi, apa yang membuat kita lemah dan runtuh? Sekali lagi, terhentinya dakwah. Sementara peringatan kita sampaikan dengan tajam hanya untuk membela kelompok. Lisan tajam kepada sesama muslim bukan karena menegakkan dakwah, tetapi menyuburkan perselisihan disebabkan ashabiyah (fanatisme golongan).
Ada masa ketika do’a tak dikabulkan bukan karena tak khusyu, tapi karena dakwah ditinggalkan. Ada saat ketika munajat kita tak berjawab. Inilah masa yang mendebarkan. Inilah masa ketika azab dapat sewaktu-waktu ditimpakan, berupa bencana alam yang mendera atau berupa sulitnya kehidupan yang merebak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكُنَّ اللهُ يَبْعَثُ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kamu harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Atau jika tidak, Allah bisa segera menimpakan azab dari sisi-Nya dan ketika kamu berdo’a tidak dikabulkan-Nya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Ambillah mushhafmu. Bacalah Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 102 hingga ayat-ayat berikutnya. Pelajari tafsirnya. Ada pelajaran besar di sana jika mau berpikir. []