“Di akhir zaman akan ada para Dajjal pendusta, mereka datang kepada kalian dengan membawa berita-berita yang belum pernah kalian dengar dan belum pernah didengar pula oleh bapak-bapak kalian, maka jauhilah mereka, jangan sampai mereka menyesatkan atau menimpakan fitnah pada kalian.” (HR. Muslim)
HADITS di atas mengisyaratkan betapa kejujuran adalah sesuatu yang amat berharga dan langka. Sebaliknya, kebohongan merupakan hal yang biasa dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Saat ini, manusia sudah tidak peduli lagi dengan cara mencari harta. Halal atau haram sudah tidak peduli, yang penting bagaimana mendapatkan harta dengan cepat, mudah, namun berlimpah. Fenomena inilah yang sekarang banyak kita saksikan.
Banyak orang berani bersumpah palsu karena godaan uang. Bukan rahasia lagi jika lembaga-lembaga bantuan hukum bukan lagi bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap yang dizalimi, melainkan justru mengeruk keuntungan tanpa memperdulikan aturan agama.
Hadits di atas juga mengisyaratkan banyaknya orang yang berani mengeluarkan fatwa karena pesanan pihak tertentu. Untuk menyenangkan segelintir orang, tidak jarang dari mereka yang berani memproduk fatwa-fatwa sesat. Fenomena ‘dai-dai karbitan’ yang diproduksi oleh pemilik stasiun televisi dan pemilik media massa menjadi gambaran yang mudah dipahami.
Bagaimana para ustadz yang lahir dari media ini begitu berani menjawab berbagai persoalan umat dengan dalil-dalil yang dipaksakan. Orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas yang memadai itu terlalu berani untuk memikul resiko disebabkan fatwa-fatwa dan hadits-hadits aneh yang mereka bawakan dalam menjawab berbagai persoalan yang diajukan.
Orang-orang yang jujur dan bersih akan sulit untuk mengakses media, untuk memyampaikan kebenaran kepada umat. Sebaliknya, orang-orang yang dikenal menyimpang justru mendapatkan kesempatan dan porsi yang cukup untuk menjual ide-ide liberal mereka.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, disebutkan sabda Nabi: “Sesungguhnya, menjelang Kiamat…banyak kesaksian palsu dan disembunyikannya kesaksian yang benar.” Wallahualam. []
Sumber: Arrisalah