TERSEBUTLAH seorang pria menjadi satu-satunya orang yang selamat dari sebuah kapal. Dia terdampar di sebuah pulau kecil tak berpenghuni.
Dia pun berdoa dengan tergesa-gesa agar Allah menyelamatkannya. Setiap hari dia memandang langit untuk melihat apakah ada bantuan yang mungkin datang, tetapi hasilnya nihil.
Setelah menghabiskan tenaga dan kelelahan untuk membangun sebuah gubuk kecil dari kayu apung, dia akhirnya punya tempat untuk berteduh dan beristirahat. Dia pun menyimpan sedikit harta miliknya di sana.
BACA JUGA: Lelaki Tua dan Selimut
Hari-hari berlalu, tanpa satupun pertolongan datang.
Sampai suatu hari, setelah mengais makanan, dia tiba di rumah dan menemukan gubuk kecilnya terbakar. Asap menggulung ke langit. Hal terburuk sepanjang pengalamannya terdampar di pulau ini telah terjadi. Semua miliknya hilang.
Dia terpana dengan kesedihan dan kemarahan.
“Allah, bagaimana Engkau bisa melakukan ini padaku!” keluhnya.
Dia menangis. Namun, keesokan harinya, dia dibangunkan oleh suara kapal yang mendekati pulau. Entah dari mana, tapi kapal itu datang untuk menyelamatkannya.
“Bagaimana kamu tahu aku ada di sini?” tanya pria terdampar itu.
BACA JUGA: Kisah Lelaki Tua, Palu Kecil, dan Kapal Besar
“Kami melihat sinyal asap yang kamu kirimkan,” jawab awak kapal penyelamat.
Demikianlah susah senang menimpa kehidupan. Sangat mudah bagi kita untuk berkecil hati ketika segala sesuatunya berjalan buruk. Padahal, kita tidak boleh berkecil hati, karena Allah bekerja dalam hidup kita, bahkan di tengah rasa sakit dan penderitaan.
Cerita di atas mengandung sebuah pelajaran berharga yang penting untuk diingat, suatu saat jika ‘gubuk kecilmu’ terbakar, itu mungkin jadi ‘isyarat asap’ yang ternyata mampu memanggil Rahmat Allah SWT. []
SUMBER: ISLAM CAN