SUATU ketika di Madinah, Umar bin Khattab r.a tengah duduk bersantai. Al Faruq memilih beristirahat di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi.
Namun kemudian ketenangan sang khalifah itu terusik dengan kehadiran sosok seorang kakek. Ia berasal dari Mesir, datang tergopoh-gopoh menghadap Umar guna mengadukan persoalan kehidupannya.
Ia lalu bercerita bahwa Amr bin ‘Ash–gubernur Mesir–telah menggusur paksa rumahnya untuk diganti dengan masjid yang mewah. Masjid itu dibangun di samping istana Amr yang megah.
Kakek Yahudi itu tak mau rumahnya digusur, meski Amr memberikan penawaran hingga lima belas kali lipat dari harga pasar agar si kakek merelakan tempat tinggalnya. Si kakek keras kepala. Ia menolak rencana Amr mentah-mentah. Alhasil Amr pun menggusur paksa rumah kakek Yahudi itu.
Kepada Umar, dia pun berkisah bahwa bangunan reot itu didirikannya dari hartanya sendiri. Begitu banyak kenangan hidupnya bersama gubuk tua itu.
Wajah Umar memerah, menahan marah. Dia pun meminta kakek Yahudi itu untuk mengambil tulang belikat unta dari tempat sampah. Umar kemudian menggores tulang tersebut dengan huruf alif yang lurus dari atas ke bawah. Di tengah goresan lurus, dia membuat satu goresan melintang menggunakan ujung pedang. Tulang itu pun diserahkan kembali kepada si kakek untuk diberikan kepada Amr.
Si kakek kebingungan ketika diminta untuk membawa tulang itu untuk sang gubernur. Dia tak paham apa yang hendak ditunjukkan Umar lewat sepotong tulang. Sesampainya di Mesir, kakek itu pun menghadap Amr bin Ash dengan tulang bergores pedang pemberian khalifah. Melihat tulang itu, wajah sang gubernur pucat pasi. Tanpa menunggu lama, dia mengumpulkan rakyatnya untuk membongkar kembali masjid yang sedang dibangun dan membangun kembali gubuk yang reot milik orang Yahudi itu.
“Bongkar masjid itu!” teriak Gubernur Amr bin Ash gemetar.
Kakek Yahudi keheran.“Tunggu!” teriak dia.
Si kakek meminta Amr untuk menjelaskan makna di balik tulang dari Umar. Gubernur lalu menjelaskan bahwa tulang ini merupakan peringatan keras dari Khalifah. Lewat tulang, Umar seolah hendak mengingatkan, apa pun pangkat dan kekuasaan seseorang suatu saat akan bernasib sama seperti tulang ini.
“Karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus. Adil di atas dan adil di bawah. Sebab kalau kamu tidak bertindak adil dan lurus seperti goresan tulang ini, maka Khalifah tidak segan-segan untuk memenggal kepala saya,” jelas Gubernur Amr bin ‘Ash.
Orang Yahudi itu tunduk. Ia terkesan dengan keadilan dalam Islam. Ia pun kemudian mengikhlaskan tanahnya untuk pembangunan masjid, dan mengucap syahadat. Kakek yahudi keras kepala itu lalu masuk Islam.
Kisah penggusuran gubuk orang Yahudi menjadi salah satu prinsip keadilan yang diaplikasikan di dalam Islam. Pemimpin umat dilarang untuk mengambil tanah milik orang lain dengan kezaliman. Rasulullah SAW pernah bersabda. “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapisan bumi.” []
Kisah ini disadur ulang dari pusat data Republika.