SA’AD bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasululah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka dari kalangan manusia. Seseorang akan diuji sesuai dengan agamanya. Jika agamanya kokoh, bertambahlah ujian itu. Jika pada agamanya kelemahan, dikurangi ujiannya. Terus-menerus ujian itu menyertai seorang hamba sampai dia berjalan di muka bumi ini tanpa membawa kesalahan.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan selain mereka, dinyatakan sahih oleh asy- Syaikh al-Albani di dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 143)
TEPATNYA pada abad ke-3 Hijriah, Allah Subhanahu wata’ala memunculkan sederetan mujaddid dan mujtahid. Salah satunya adalah al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Abu Abdillah. Beliau harus berhadapan dengan tiga penguasa bani Abbasiah yang telah terperosok ke jurang kesesatan, yaitu pemahaman bahwa al-Qur’an adalah makhluk.
Tiga penguasa itu adalah al- Ma’mun, al-Mu’tashim, dan al-Watsiq. Al-Baihaqi berkata, “Tidak ada khalifah sebelumnya (al-Ma’mun) kecuali berada di atas mazhab dan manhaj salaf.”
Hidup di bawah kekuasaan mereka, al-Imam Ahmad rahimahumallah kerap mendapatkan teror, ancaman, dan penyiksaan.
Mereka memaksa agar al-Imam Ahmad mau mengikrarkan, “Al-Qur’an itu makhluk.” Namun Al-Imam Ahmad rahimahumallah tetap kokoh dalam prinsip, “Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk.”
Beliau tampil menghadapi ancaman tanpa rasa gentar dan takut, bagaikan kokohnya gunung batu yang menjulang tinggi dan kuatnya batu karang yang diterjang ombak. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahumallah dalam kitab beliau al-Bidayah wa an-Nihayah (14/396—399) menceritakan perjalanan pahit hidup al-Imam Ahmad di bawah tekanan tiga penguasa bani Abbasiah tersebut. Semuanya menunjukkan tanda kebesaran Allah Subhanahu wata’ala di umat ini dan akhir yang baik bersama orang-orang yang bertakwa.
Allah Subhanahu wata’ala menjadi saksi. Ulama-ulama di masa al-Imam Ahmad rahimahumallah, serta umat ini turut menyaksikan kekokohan, kekuatan, kesabaran, keberanian, kecerdasan, keilmuan, kezuhudan, ketakwaan, ketawadhuan, serta berbagai sifat agung dan mulia lainnya. Kesabaran beliau menanggung beban hidup dalam memperjuangkan kebenaran tidak menghalangi beliau untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Wallahualam. []
Sumber: http://www.atsar.id/2016/05/sabar-tidak-berarti-diam-dari.html