FITNAH merupakan perbuatan yang tak menyenangkan. Siapapun pasti tak ingin kena fitnah. Nmaun, bagaimana jika ada orang yang berusaha menjebak hingga fitnah itu menimpa diri kita?
Disebutkan oleh al-Imam Abdus Salam al-Mubarakfury dalam kitab Shirah al-Imam Al-Bukhari kisah tentang fitnah yang ditimpakan seseorang kepada Imam Bukhari.
Dari kisah ini, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik setiap orang terkait menyikapi fitnah, kebohongan, atau tuduhan palsu yang bisa menimpa siapa saja. Dalam kisah ini, Imam Bukhari menyikapinya dengan bijak.
Diriwayatkan, Imam Bukhari pernah sekali mengarungi lautan di masa beliau masih menuntut ilmu. Pada waktu itu beliau membawa uang 1000 dinar (2 milyar rupiah lebih) dan ini merupakan harta yang sangat banyak pada masa itu.
Kemudian datanglah kepada beliau salah seorang lelaki awak kapal. Lelaki tersebut menampakkan kekaguman terhadap sang Imam. Dia selalu berusaha mendekat dan duduk dengan beliau.
Saking akrabnya Imam Bukhari dengan awak kapal tersebut, beliau sampai-sampai memberitahukan tentang 1000 dinar yang beliau bawa.
Kemudian pada suatu hari lelaki tersebut bangun dari tidurnya kemudian dia menangis, merobek-robek bajunya dan memukul-mukul wajah dan kepalanya.
Ketika manusia melihat keadaan lelaki tersebut maka mereka bingung dan terheran-heran. Mereka mendatanginya dan menanyakan sebab musababnya.
Lelaki tersebut akhirnya berkata, “Aku memiliki kantong yang berisi 1000 dinar akan tetapi kantong itu lenyap dariku”
Maka akhirnya orang-orang mengadakan pemeriksaan satu persatu pada semua penumpang kapal. Di saat itu, Imam Bukhari mengeluarkan kantong dinarnya secara sembunyi-sembunyi lalu beliau melemparkanya ke Laut.
Pemeriksaan terus berlangsung sampai selesai. Akan tetapi, para pemeriksa tidak menjumpai apapun. Maka, para pemeriksa kembali ke lelaki tersebut dan mencelanya habis-habisan.
Ketika orang-orang turun dari kapal, lelaki tersebut mendatangi Imam Bukhari dan berkata, “Apa yang kamu lakukan dengan kantong dinarmu?”
Imam Bukhari menjawab, “Aku melemparkannya ke Laut ”
Lelaki tadi kemudian berkata, “Bagaimana engkau bisa bersabar atas hilangnya harta yang banyak darimu?”
Imam Bukhari pun menjelaskan kepadanya, “Wahai orang bodoh, sesungguhnya aku telah menghabiskan seluruh umur dan hidupku untuk mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah, dan seluruh dunia telah mengetahui ketsiqqohanku (kredibilitasku dalam meriwayatkan hadits), maka bagimana mungkin aku menjadikan diriku menjadi bahan tuduhan sebagai seorang pencuri? Apakah mutiara berharga (yaitu: tsiqqoh dalam periwayatan hadits) yang mana aku habiskan umurku untuknya aku korbankan hanya karena uang yang sedikit?”
Dibalik kisah ini terungkap bahwa Imam Bukhari, bertindak bukan demi menyelamatkan nama baiknya semata. Ia melakukan itu demi menjaga agama.
Beliau adalah sosok yang menjadi ikon dari Hadis-hadis shahih, bagiamana jadinya jika ia tertangkap tangan atas tuduhan mencuri meskipun itu sama sekali bukan perbuatannya? Jika, manusia sudah menilai bahwa dia berbuat salah, maka hilanglah nilai ke-tsiqqoh-an dari sosoknya. Maka, hilanglah nilai validitas hadis yang beliau kumpulkan.
Demikianlah sikap wara’ sang Imam yang lebih mengutamakan reputasi dan keselamatan agama dibandingkan harta ataupun harga dirinya. []
SUMBER: SUARA AL IMAN