• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Selasa, 13 Mei 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Dari Anda Opini

Ketika Lauren Booth, Sang Reporter Menembus Jalur Gaza

Oleh Dini Koswarini
1 tahun lalu
in Opini
Waktu Baca: 5 menit baca
A A
0
lauren booth

Foto: muslimvillage.com

8k
BAGIKAN

Oleh: Muckhlisin M.
Pengajar sastra di pedalaman Banten Selatan, pemenang pertama lomba cerpen nasional (2017), menulis esai dan prosa di berbagai media cetak dan online.
muckhlisinm@gmail.com

SEBAGAI wartawati yang berjiwa independen, Lauren Booth berencana mewawancarai seorang warga Palestina yang masih gigih mempertahankan rumah dan tanahnya di perkampungan Gaza. Ia menyusup masuk bersama rombongan pengungsi yang kebanyakan dari para lelaki yang menyandang rangsel di pundak mereka. Beberapa mobil yang mengangkut para pengungsi melintasi perbukitan, serta meenempuh beberapa puluh kilometer jalan beraspal, kemudian disambung dengan dua kilpmeterjalan berlumpur. Lauren mengalihkan tatapannya ke arah perbukitan, sambil berpikir bahwa orang-orang selalu saja menemukan jalan untuk melewati pos-pos perbatasan.

Para pengungsi itu bagaikan koloni semut-semut hitam yang selalu mendapatkan jalan keluar, solusi, saat rumah dan jalanan mereka dihancurkan oleh persenjataan militer. Mereka cerdik dalam menyesuaikan diri, dan terus dapat bertahan dengan gigih. Selama berhari-hari, semut-semut ini menggali dengan mulut dan kaki mereka yang mungil, mengangkut butiran tanah ke tempat-tempat yang jauh sekali. Mereka membuat lubang yang sangat kecil tapi sederhana dan mencukupi segalanya. Keesokannya, mereka akan lanjut meneruskan perjalanan seakan tidak terjadi apa-apa.

Di jalanan berlumpur, orang-orang terlihat seperti gundukan-gundukan hitam kecil, bergerak berurutan. Sekumpulan manusia itu berjalan terpincang-pincang, berhenti, berjalan maju, lalu berputar halun untuk mencari jalan baru lagi. Mereka akan menempuh apapun untuk mencapai tujuan mereka. Beberapa orang memanjat dan melompati tembok-tembok berlumpur. Beberapa saat kemudian, muncul buldozer-buldozer yang menghancurkan jalan-jalan mereka dengan bebatuan, tanah, dan balok-balok semen.

ArtikelTerkait

Leasing, Benarkah Mengandung Praktik Riba?

Ihwal Perilaku Shadenfreude

5 Penyebab Susah Cari Kerja di Zaman Ini

Penyebab “Setrum” antara Pria dan Wanita Makin Tinggi

BACA JUGA:  Pesan dari Jalur Gaza

Rombongan pengungsi itu berhenti selama beberapa waktu. Mereka saling memandang dan menatap, pada keringat dan air mata mereka. Namun lagi-lagi, tak lama kemudian mereka berhasil menemukan jalan baru lagi, membikin pematang, mengangkuti balok-balok untuk membuat jembatan, lalu melanjutkan perjalanan mereka dengan ketekunan dan kegigihan yang abadi.

Dengan rasa kesal, Lauren menempuh jalan semut itu, kakinya merasa nyeri. Celana dan blusnya dipenuhi lumpur, namun ia berusaha menjaga tasnya yang berisi kamera dan alat-alat perekam lainnya. Seorang laki-laki Palestina bertanya, untuk apa seorang perempuan Amerika bersikeras menembus perbatasan jalur Gaza.

Palestina, Lauren Booth
Foto: AFP

“Saya seorang wartawati, dan saya akan mewawancarai warga Palestina yang berusaha mempertahankan tanah dan rumahnya di wilayah Gaza.”

Lauren agak terbata-bata menjelaskannya, ditambah dengan aksen dan logat Arab lawan bicaranya, meskipun ia lebih banyak menggunakan bahasa Inggris.

Waktu berjalan agak lamban. Panas menyengat dan berdebu. Tembok-tembok yang dijaga para tentara bersenjata, pemeriksaan kartu identitas dan antrean panjang tampak begitu jelas dalam pengamatan Lauren. Ia bermaksud mengeluarkan kamera dari dalam tasnya, tetapi ia merasa khawatir karena pernah mendengar beberapa teman wartawan yang disita ponselnya, kameranya juga buku catatannya sekaligus.

Kini, setiap bukit dan jalan berlumpur menjadi tantangan tersendiri bagi Lauren. Ia terus bergerak semakin dekat ke pos pemeriksaan terakhir di depan kemah pengungsi Qalandia. Ia berhenti sejenak, menatap antrian panjang yang terdiri dari para wanita, anak-anak, laki-laki, tua dan muda, pedagang, pelajar, keledai, semuanya bergerak maju dan mundur. Suara seruan, bisikan, permohonan, dan suasana begitu tegang setelah seorang lelaki dihajar tengkuknya dengan senjata laras ganda, meski tak boleh ada pihak manapun yang berani mengambil gambarnya.

Matahari memanggang puncak kepala para antrian di pintu gerbang. Aliran keringat menuruni leher dan menaungi mata mereka. Meski begitu, tidak ada pilihan selain berjalan terus dan terus. Lauren melangkah dengan penuh waspada, sementara telinganya menangkap sedikit-sedikit pembicaraan: “Mereka tidak akan mengizinkan siapapun untuk melewati perbatasan. Hanya mereka yang mendapat surat izin dari penguasa.”

Advertisements

Lauren mendekati pos pemeriksaan dan berdiri di depan balok-balok semen. Beberapa tentara Israel sedang berkumpul. Sebagian dari mereka mungkin belum sampai 20 tahun usianya. Kumis mereka saja belum tumbuh. Di depan mereka ratusan pria dan wanita menanti, mengharap, memohon kepada para tentara dengan semampu mereka, supaya mengizinkan mereka menyeberangi perbatasan.

Tapi tak ada gunanya permohonan, air mata, usia, penyakit, pendidikan, universitas. Ya, semuanya itu tak dianggap oleh mereka.

Tiba-tiba salah seorang tentara melempar bom gas, yang mengeluarkan bunyi teredam sewaktu meledak dalam kerumunan. Orang-orang berlari, terbatuk-batuk, pingsan, tapi tak ada gunanya, juga tak dianggap oleh mereka.

Lauren bangkit dengan pakaian dan rambut yang penuh diliputi debu. Ia maju beberapa puluh langkah, berdiri di sekitar balok-balok semen. Sejenak ia terpaku diam sambil mengamati suasana di sekitar itu. Seorang tentara memeriksa tas yang dibawanya, setelah ia menunjukkan kartu identitas sebagai wartawati Amerika yang telah mendapat izin.

Setelah menembus perbatasan, sampai juga Lauren menemui seorang ibu yang tinggal di perkampungan Gaza. Sebelumnya, ia mengetuk salah satu pintu rumah warga setempat, hingga pintu itu pun terbuka. Maka, keluarlah seorang ibu tua sekitar 65 tahun, seraya tersenyum lembut menyambut sang tamu.

“Silakan masuk, ayo duduk di sini,” ucap si ibu dengan penuh kehangatan. Wajahnya berseri dan matanya bersinar. Lauren dipersilakan duduk di sebuah tikar, seakan-akan rumahnya adalah tempat terindah di dunia ini.

Sesaat kemudian, Lauren mengamati kondisi rumah si ibu dengan seksama. Di sekitar itu hanya ada dinding, atap, sedangkan dinding di sebelah kanannya sudah roboh karena ledakan bom beberapa waktu lalu. Ia melongok ke sebuah kamar yang dinaungi atap seng, hanya terdapat dua tikar yang terhampar. Yang satu tikar untuk tidur, dan satunya lagi untuk melaksanakan salat. Tak ada lemari, kursi, televisi maupun spring bed di kamar itu.

Perasaan miris menyelimuti Lauren, meski wanita tua itu menyambutnya dengan penuh antusias dan kehangatan, dan terus saja menampakkan senyum dengan penuh kebahagiaan.

Tak berapa lama, si ibu melangkah ke arah dapur, kemudian muncul lagi sambil menyuguhkan makanan. Mereka duduk berhadapan di atas tikar. Lauren mengamati nampan yang hanya berisi roti, bumbu dan selada. Wanita tua itu mempersilakan sang tamu agar menikmati hidangan sederhana tersebut.

Dengan rasa prihatin Lauren menanyakan di manakah sanak-saudara dari ibu tua itu. Ia menyatakan dirinya punya tiga anak yang sudah dewasa dan berkeluarga, tapi mereka semua sudah tinggal di pengungsian.

“Ayo, silakan makan,” lagi ibu tua itu menawarkan.

Lauren menolak tawaran itu, tetapi kemudian si ibu menegaskan, “Memang sangat terbatas, mohon maaf karena hanya ini yang saya punya.”

Untuk menghormati tuan rumah, Lauren mengambil seiris roti dan memakannya pelan-pelan. Ibu itu tersenyum dengan tatapan berkaca-kaca, lalu katanya lagi, “Bagaimanapun saya ini tuan rumah, dan kamu adalah tamu saya, iya kan?”

Sambil mengunyah roti, Lauren mengajak ibu tua itu agar menyantap hidangan bersama-sama. Seketika ia terheran-heran, karena si ibu justru menolak untuk makan bersama.

“Lho, kenapa, Bu?” tanya Lauren.

Lauren Booth
Foto: PIC

Sambil tersenyum, si ibu menjawab bahwa dirinya sedang melaksanakan puasa Ramadan.

“Berarti Ibu tidak ikut makan?”

“Iya, enggak apa-apa, karena saya puasa, sedangkan kamu adalah tamu saya, dan boleh jadi lelah setelah menempuh perjalanan jauh.”

Lauren merasa menyesal dan prihatin. Dalam benaknya tak lepas dari kecamuk pikiran bahwa ia telah memakan makanan yang disimpan ibu tua itu walaupun hanya sedikit.

BACA JUGA: Gaza Palestina, Tempat Dagang Terakhir Ayahnya Rasulullah ﷺ

“Dengan makanan di rumah yang terbatas ini, kenapa Ibu masih juga berpuasa dan menahan lapar?” tanya Lauren heran. Dengan perasaan dongkol, ia sempat memprotes ajaran Islam yang mengharuskan orang yang hidupnya miskin dan sangat terbatas, tetapi ia masih saja berjuang keras untuk menahan lapar dan dahaga selama 30 hari.

Lauren kemudian bertanya lagi, “Ibu ini sedang susah, kekurangan bahan pangan di sini. Lalu, untuk apa berpuasa?”

Sambil tersenyum dan menghela napas, si ibu menjawab, “Kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah, karena masih bisa merasakan lapar, seperti apa yang dirasakan orang-orang miskin.”

Mendengar jawaban itu, Lauren tak kuasa membendung air matanya. Berlama-lama ia memandangi wajah si ibu dengan tatapan berkaca-kaca. Dalam hatinya ia merasa terenyuh dan tergugah pada sikap dan kepribadian si ibu, meskipun ia tidak mempunyai apa-apa di dunia ini, tetapi justru ia tidak mengeluh dan menggerutu dalam menghadapi nasib getir yang dialaminya. Justru ia merasa bersyukur, dan masih bisa berbagi rasa dengan orang-orang yang lebih malang dari dirinya.

Setahun kemudian, Lauren Booth muncul di saluran TV Islam di Amerika Serikat dalam acara Global Peace and Unity. Dalam acara tersebut, Lauren mengenakan hijab merah, tampil di depan mimbar dengan mengucap salam sambil berkata, “My name is Lauren Booth, and I am a Moslem.” []

Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.

Tags: jalur gazalauren booth
ShareSendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

Sakaratul Maut

Next Post

Jiwa Tanah Palestina dan Penghuninya

Dini Koswarini

Dini Koswarini

Terkait Posts

Leasing

Leasing, Benarkah Mengandung Praktik Riba?

23 April 2025
Musailamah al-Kazzab, Tipe Manusia di Akhir Zaman, ibadah, Sifat Sumber Dosa, Orang yang Tidak Diajak Bicara Allah, Paradoks, syahwat, Muhammadiyah, InsyaAllah, takdir, Nasihat Ibnul Qayyim, Hisab, Buruk, Keutamaan Tauhid, Macam Cemburu, Tauhid, sumpah palsu, Politik, Fitnah, Perkara Akhir Zaman, dosa, pengangguran, Maksiat, Sebab Murtad, Larangan, Maksiat, Jiwa, Ulama, Musuh, Dosa Besar, Kaum Khawarij, Cara Rasulullah Redakan Amarah,Kemaksiatan, Dosa Besar, Rasulullah, Kejahatan Abu Lahab, Bahaya Hasad, Perkara yang Mendatangkan Keburukan, Dampak Buruk Maksiat, Shadenfreude, Ciri Penjilat di Dunia Kerja, Suami yang Ringan Tangan

Ihwal Perilaku Shadenfreude

15 April 2025
Pahala Orang yang Menahan Marah, Hasad, Penyebab Susah Cari Kerja

5 Penyebab Susah Cari Kerja di Zaman Ini

19 Februari 2025
Taaruf, Setrum, Rasulullah

Penyebab “Setrum” antara Pria dan Wanita Makin Tinggi

12 Februari 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

Foto: Freepik

Berapa Banyak Sebaiknya Harus Simpan Uang Cash di Rekening?

Oleh Yudi
12 Mei 2025
0

Waktu Terbaik Shalat Tahajjud, Qadha Shalat, amal penghapus dosa, Keistimewaan Shalat Tahajud, Shalat Sunah Rawatib, Witir, Waktu Shalat Sunnah Shubuh, Tahajjud

Kenapa Seorang Muslim Meninggalkan Tahajjud?

Oleh Haura Nurbani
12 Mei 2025
0

Kadaluarsa

Akibat Mengonsumsi Makanan dan Minuman yang Sudah Kadaluarsa

Oleh Yudi
12 Mei 2025
0

Ciri Suami Red Flag, Lelaki

Lelaki-lelaki yang Akan Ditarik ke Neraka

Oleh Saad Saefullah
12 Mei 2025
0

ChatGPT

Apa Itu ChatGPT dan Apa Kegunaannya?

Oleh Dini Koswarini
12 Mei 2025
0

Terpopuler

Cara Singkat Tulis ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ﷺ di Microsoft Word, Ini Dia

Oleh Saad Saefullah
19 Oktober 2024
1
Nabi Muhammad Keutamaan Membaca Sholawat, Waktu Terbaik Bershalawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Wasiat Nabi Sebelum Wafat, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Keistimewaan Rasulullah, Kebiasaan Nabi Muhammad ﷺ, Rasulullah

Selain untuk membuat karakter shalawat tersebut, kita juga bisa membuat lafadz Allah (ﷲ), Muhammad (ﷴ), Basmalah (﷽), Jalla Jalaluhu (ﷻ)...

Lihat LebihDetails

Lelaki-lelaki yang Akan Ditarik ke Neraka

Oleh Saad Saefullah
12 Mei 2025
0
Ciri Suami Red Flag, Lelaki

Dalam ajaran Islam, terdapat banyak peringatan tentang hubungan antara lelaki dan wanita, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

Lihat LebihDetails

Hura-hara Hari Kiamat

Oleh Saad Saefullah
12 Mei 2025
0
Ciri Kiamat Besar, Hari Kiamat

Di hari kiamat, Seluruh makhluk juga bergegas bersama Anda, badan mereka juga penuh debu tanah karena terlalu lamanya mereka berada...

Lihat LebihDetails

Hukum Suami Berbohong pada Istri untuk Kebaikan

Oleh Dini Koswarini
12 Mei 2025
0
Tolak Lamaran Nikah, Hukum Suami Berbohong pada Istri untuk Kebaikan

Apa hukum suami berbohong pada istri untuk kebaikan?

Lihat LebihDetails

Apa Itu ChatGPT dan Apa Kegunaannya?

Oleh Dini Koswarini
12 Mei 2025
0
ChatGPT

ChatGPT dapat menjawab pertanyaan, menulis teks, berdiskusi, hingga membantu berbagai tugas tulis-menulis secara interaktif.

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.