TAHUN kesembilan Hijriyah, Madinah mulai dikunjungi oleh para delegasi dari berbagai Jazirah untuk bertemu langsung, mendengar sabda dan petunjuk dari manusia termulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Salah satu delegasi itu yakni dari Tujib dan Yaman. Untuk sampai ke Madinah, mereka harus menempuh perjalanan jauh melintasi banyak negeri, mendaki gunung dan menyisir gurun. Mereka menambatkan unta dan perbekalan mereka jauh dari masjid-masjid dan jalan-jalan umum Madinah. Agar tidak mengganggu penduduk sekitar, dijaganya unta-unta dan perbekalan mereka oleh seorang anak yang masih belia.
BACA JUGA: Mekkah dan Madinah Terlindung dari Dajjal di Akhir Zaman
“Walau masih belia, ia pantas untuk itu” kata mereka.
Padahal ia anak yang cerdas lagi tanggap. Kesedihan nampak di wajah anak itu karena tidak dapat bertemu langsung dengan Rasulullah, yang selalu menjadi bahan perbincangan di antara mereka. Ia pun hanya bisa duduk di tengah tumpukan barang tanpa bisa menolak.
Rombongan menuju masjid di tengah Madinah, dan disambut Rasulullah. Mereka lalu berbaiat setelah mendengar kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka pun banyak mendengar nashat-nasihat dari beliau.
Mereka tidak lama bersama Rasulullah, karena mereka harus segera pulang ketika urusan telah selesai. Rasulullah pun memanggil Bilal bin Rabbah untuk memberi mereka hadiah dengan lebih banyak daripada yang biasa diberikan kepada delegasi lainnya.
“Apakah di antara kalian ada yang tertinggal?” tanya Rasulullah, seperti merasa ada yang mengganjal.
Mereka tertegun, lalu menjawab, “Ada… seorang anak penjaga tunggangan kami.”
Rasulullah pun ingin bertemu dengan anak itu sebelum kembali bersama rombongan. Anak itu pun dipanggil. Itulah sikap luar biasa Rasulullah , beliau menaruh perhatian kepada setiap orang tanpa membedakannya.
“Rasulullah,” kata anak itu, “Aku salah satu anggota delegasi itu. Kau telah memenuhi kebutuhan mereka. Sekarang penuhilah kebutuhanku.”
“Apa kebutuhanmu?” tanya Rasulullah.
Anak itu tidak meminta apapun kepada Rasulullah kecuali ia ingin Rasulullah memohonkan ampun kepada Allah agar ia diampuni, dikasihi dan menjadi orang yang kaya hati.
BACA JUGA: Kenangan Kota Madinah
Permintaan ini menunjukan jika anak muda itu telah mengenal Rasulullah dengan baik. Jika tidak, mana mungkin ia mengajukan permintaan itu. Beliau pun sangat senang dengan anak itu, lalu memberinya hadiah seperti apa yang diberikan kepada sesama rombongan delegasinya. Beliau pun berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, dan jadikanlah kekayaan memenuhi hatinya.” []
Sumber: Dr. Nizar Abazhah. 2009, Dar al-Fikr, Damaskus. Diterjemahkan dari Athfal ma’ al-Rasul. Sahabat-Sahabat Cilik Rasulullah. Jakarta: Zaman.