ORANG Arab Badui itu datang dari jauh. Ia sengaja menempuh sekian hari perjalanan untuk bertemu dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Walaupun ia orang yang jauh, tapi ia sudah mendengar Nabi akhir zaman itu. Ia sendiri menghadap Rasulullah shalallahu alaihi wasallam untuk meminta sesuatu. Ia sangat ingin mempunyai barang dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Ketika itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sedang dirubungi oleh para sahabatnya. Seperti biasa, mereka tengah berkumpul saling menasihati, saling memberi kabar, dan menjalin ukhuwah. Ketika orang Badui itu datang, kerumunan itu sejenak terpecah. Semuanya menatap ke arah lelaki Badui itu.
Tanpa menunggu lama, orang Badui itu akhirnya mengemukakan maksudnya. “Ya Rasulullah, sesungguhnya kedatanganku ini tidak saja ingin menemuimu. Tapi aku juga ingin meminta sesuatu darimu. Apa sajalah yang sekiranya bisa kauberikan dan aku terima,” ujarnya tanpa basa-basi lagi. Memang begitulah adanya keadaan orang Badui itu. Mereka biasanya bicara langsung ke pokok permasalahannya.
BACA JUGA: Inilah 7 Alasan Mengapa Anda harus Belajar Bahasa Arab
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tersenyum sebentar. Di dalam hatinya ia tidak tahu apa yang mesti diberikan kepada lelaki yang tampaknya kasar itu. Akhirnya ia mengambil sesuatu dan segera memberikannya kepada lelaki Badui itu. “Ini yang mungkin bisa kuberikan kepadamu,” kata Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. “Aku telah berbuat baik padamu.”
Lelaki Badui itu menerimanya dengan dahi berkerut. Tampak jelas ia tidak menyukai pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Sedetik kemudian ia menyampaikan perasaannya itu dengan suara yang keras. “Pemberianmu tidak bagus, aku tidak mau memilikinya.”
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terdiam. Selintas mukanya merah. Para sahabat sendiri ketika itu langsung berdiri. Mereka serentak mengerumuni lelaki itu. Para sahabat tersinggung. Berani-beraninya lelaki itu mengatakan begitu rupa bahwa ia tidak menyukai pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Para sahabat tahu pasti, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jarang sekali mempunyai sesuatu yang bagus. Kebanyakan harta Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memang sederhana sekali, tetapi dengan mengatakan langsung seperti itu, siapa yang tidak akan marah. Lelaki Badui itu nyata tidak menghormati pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Kemarahan para sahabat segera menyelimuti tempat itu.
Ketika para sahabat hendak serentak bergerak, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memberi isyarat. “Bersabarlah, dan jangan melakukan sesuatu apapun kepadanya,” ujar beliau.
Kemudian segera Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pulang ke rumahnya. Tidak lama memang. Beberapa waktu kemudian, Nabi kembali lagi. Ia membawa sesuatu yang tampaknya akan diberikan kepada lelaki Badui itu. Memang benarlah, sesuatu itu kemudian diberikan kepada lelaki Badui yang sebelumnya menolak pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. “Bagaimana dengan yang ini?” kata Rasulullah seraya memberikan apa yang ada di tangannya itu.
BACA JUGA: Ilmuwan Ungkap soal Jazirah Arab Zaman Dahulu
Wajah lelaki itu kemudian sedikit berseri-seri. Tampaknya ia menyukai apa yang diberikan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kepadanya kali ini.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bertanya, “Apakah aku berbuat baik kepadamu?”
Dengan wajah yang sangat gembira lelaki Badui itu menukas, “Ya, semoga Allah membalas kebaikan engkau, keluarga dan kerabat.”
Kemudian setelah itu, lelaki itu pamit begitu saja meninggalkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat. Setelah kepergiannya, para sahabat saling memandangi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sendiri tidak berkata apa-apa.
Keesokan harinya ketika mereka berkumpul kembali, para sahabat sebenarnya masih menungu-nunggu gerangan penjelasan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam akan kejadian kemarin. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun mengerti. Setelah semuanya berkumpul mengelilinginya dalam majlis itu, Rasulullah berkata, “Nah, kalau pada waktu Badui itu berkata sekasar yang kalian dengar, kemudian kalian tidak bersabar, kalian marah lalu kalian mengasarinya, maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena aku memperlakukannya dengan baik, maka ia selamat.”
Sahabat pun mengerti perlakuan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tersebut. Memang setelah beberapa hari, lelaki Badui itu mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat. Sahabat semakin kagum kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Ia memberikan contoh kepada mereka semua tentang berlapang dada. Ia tidak panik dan marah menghadapi kekasaran seorang yang memang demikianlah sifatnya.
Kalaupun saat itu dilakukan hukuman terhadap si Badui, tentu hal itu bukan kedzaliman. Namun, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sifat yang ramah dan lemah-lembut. Pada saat itulah beliau shalallahu alaihi wasallam ingin menunjukan pada semuanya bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apapun.
BACA JUGA: Sore itu, Nabi pun Cemas
Harta, saat itu ibarat sampah yang menumpuk yang akan dipakai untuk suguhan unta yang mengamuk. Tentu saja, unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakan dan digunakan untuk menempuh perjalanan jauh.
Sahabat pun ingat dan tahu pasti. Adakalanya, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi, tapi karena kehormatan agama Allah. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Memaki-maki orang Muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam). ” Sabdanya pula, “Bukanlah seorang Muslim yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor. ” []