ILMU sanad adalah sebuah tradisi ilmiah yang hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat, dari agama dan ras manapun yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadits menyusun rumusan keilmuan ini dengan kaidah-kaidah detil yang mengagumkan. Bahkan tradisi ilmiah ini telah membuat kagum para orientalis dan sejarawan Nasrani sekali pun.
Metodologi para ulama Islam dalam menetapkan hadits shahih, baik sanadnya (jalur periwayatan) dan matan (teks berita atau hadits) telah membuat kagum para orientalis. Mereka juga mengagumi bagaimana sanad bisa melahirkan keilmuan lain seperti ilmu Ushul Hadits, Jarh wa Ta’dil, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Sanad, Harta Istimewa Kaum Muslimin
Di antara orientalis yang mengagumi ilmu yang hanya dimiliki kaum muslimin ini di antaranya: Bosworth Smith, George Bernard Shaw, Sprengger, dan masih banyak lagi. (al-Mustasyriqun wa al-Hadits an-Nabawi oleh Muhammad Bahauddin).
“Dunia tidak pernah melihat dan tidak pernah melihat komunitas seperti umat Islam. Mereka telah mempelajari cabang ilmu hadits, yakni Ilmu Rijal . Mereka meneliti 1,5 juta biografi periwayat,” kata Sprenger, seorang orientalis asal Jerman saat mengomentari kitab al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani rah.
Maurice Bucaille pernah mengatakan bahwa “Telah diketahui, bahwa sumber hukum Islam yang ke-2 (hadits) bersandar pada penukilan lisan. Oleh karena itu, orang-orang pertama yang mengumpulan dan mentrasnkrip perkataan dan perbuatan ke dalam bentuk teks melakukan tugas ini dengan berat. Perhatian pertama mereka tertuju pada detilnya hafalan hadits-hadits di masa kehidupan Nabi. Mereka membukukan nama-nama periwayat yang menukilkan ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Hingga nama-nama tersebut bersambung sampai kepada menciptakan pertama, baik dari kalangan keluarga Nabi SAW atau sahabat-sahabat beliau yang langsung bertemu dengan beliau SAW. Usaha ini dilakukan setelah meneliti satu per satu biografi periwayat. Serta menjauhi periwayat yang diketahui memiliki rekam jejak yang buruk dan tidak jujur. Karena hal ini menunjukkan lemahnya kualitas periwayat yang membawa berita. Sehingga mereka tidak dijadikan rujukan dalam jalur periwayatan hadits. Metodologi ini hanya dimiliki oleh ulama Islam dalam setiap penelitian semua kabar dari Nabi mereka.” (Dirasah al-Kutub al-Muwaddasah fi Dhaui al-Ma’arif al-Hadits oleh Maurice Bucaille).
BACA JUGA: Luar Biasa, Inilah Cara Al-Azhar Menjaga Tradisi Transmisi Sanad
Bahkan seorang pendeta dan orientalis Inggris, David Samuel Margoliouth, yang terkenal memusuhi Islam juga tidak memungkiri betapa selektifnya umat Islam dalam memilih pembawa berita (perawi). mengatakan, “Pantas umat Islam bangga sebangga-bangganya dengan ilmu hadits mereka,” kata Margoliouth (al-Maqalat al-Ilmiyah Hal 234-253, dinukil dari pengantar al-Ma’rifatu Li Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil).
Selai itu seorang sejarawan Nasrani asal Libanon, Ahmad Rustum, ketika menulis karyanya Mushthalah at-Tarikh, mengakui kehebatan metodologi penukilan berita sejarah dalam tradisi Islam. Bagaimana umat Islam memilah, mana pewarta yang terpecaya dan mana yang bukan sungguh luar biasa. Mana yang adil dan mana yang amanah. Sehingga ia mengambil sebagian berita sejarah dari ahli sejarah Islam (Mushtalah at-Tarikh oleh Asad Gabriel Rustum). []
SUMBER: KISAHMUSLIM