JAKARTA–Ribuan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia menggelar aksi menolak kebijakan larangan cantrang yang diterapkan pemerintah. Koordinator Lapangan Aliansi Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa mengatakan sebanyak 10 tuntutan akan disampaikan dalam aksi tersebut.
“Tuntutan itu, di antaranya melegalkan cantrang, payang, dan lainnya sebagai alat tangkap nelayan secara permanen tanpa ada perbedaan cara pandang terhadap nelayan,” kata Rusdianto di Istana Merdeka, Jakarta, dilansir Antara, Selasa (11/7/2017).
Di tengah berjalannya aksi penolakan larangan cantrang itu, para massa memutuskan menghentikan aksi sejenak untuk menunaikan shalat dzuhur berjamaah. Usai adzan berkumandang, orator aksi mengarahkan ribuan massa untuk menyiapkan shaf shalat di depan Istana Merdeka.
Menggunakan pengeras suaranya, seorang orator mengatakan shalat dzuhur berjamaah itu ditunaikan demi kelancaran dan ketertiban aksi yang diikuti ribuan massa dari seluruh Indonesia.
Usai shalat dzuhur, sebanyak 15 perwakilan dari Aliansi Nelayan Indonesia diperkenankan masuk ke area Istana didampingi aparat kepolisian untuk menemui perwakilan dari pemerintah guna menyampaikan tuntutan aksi.
Tuntutan lainnya adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk membatalkan seluruh peraturan yang dibuat Menteri Susi Pudjiastuti karena dinilai berdampak pada kehancuran perikanan Indonesia, sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 2016.
“Prosedur perizinan operasional kapal nelayan berbelit-belit. Jutaan nelayan dan buruh pengolah ikan sekarang kehilangan penghasilan,” tutur Rusdianto.
Mereka juga meminta kepada Presiden segera menerbitkan surat izin penangkapan ikan (SIPI) kapal nelayan agar bisa menjamin pasokan bahan baku ikan ke industri atau unit pengolahan ikan (UPI) di seluruh Indonesia yang saat ini mati karena ketiadaan bahan baku ikan akibat pelarangan alat tangkap cantrang, payang, dan lainnya.
Selanjutnya, aliansi mendesak pembebasan nelayan Indonesia yang dikriminalisasi oleh Peraturan Menteri KKP.
Aliansi juga mendukung penuh keinginan Pemerintah untuk mengembangkan perikanan budi daya (aquaculture), sehingga bisa membuka puluhan juta lapangan kerja di desa-desa pesisir di seluruh Indonesia dan menghasilkan devisa negara.
“UUD 1945 telah mengamanahkan bahwa rakyat dan di dalamnya ada nelayan harus diberi ruang untuk mendapatkan nafkah keluarga, berkumpul dan berproduksi ekonomi. Tetapi, sampai saat ini nelayan belum terlihat sejahtera,” imbuhnya. []