DALAM sebuah riwayat dikisahkan bahwa para sahabat yang secara ekonomi tergolong tidak mampu mengadukan nasib mereka kepada Rasulullah dan berharap bisa hidup dengan banyak rezeki.. Kepada beliau mereka menyampaikan, betapa enaknya menjadi orang yang kaya raya, bisa mendapatkan begitu banyak pahala.
“Orang-orang yang punya banyak harta shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bisa bersedekah dengan limpahan harta yang mereka miliki, sedang kami yang miskin tak bisa melakukan itu,” demikian mereka mengadu.
Atas keluhan mereka ini Rasulullah kemudian menyampaikan solusi bagaimana mereka bisa mendapatkan banyak pahala dengan melakukan beberapa amalan yang pahalanya sama dengan pahala sedekah yang dilakukan oleh orang-orang kaya.
“Ada beberapa sahabat Nabi berkata kepada beliau, ‘Ya Rasulullah, orang-orang kaya mendapat banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.’ Rasul bersabda, ‘Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintahkan yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah kemunkaran adalah sedekah, dan dalam kemaluan kalian ada sedekah.’ Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasul, apakah bila salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya ia mendapatkan pahala?’ Rasul menjawab, ‘Apa pendapat kalian, bila ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram bukankah ia mendapat dosa? Maka demikian pula bila ia melampiaskannya pada yang halal ia mendapat pahala.’” (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kairo: Darul Ghad Al-Jadid, 2008, jilid IV, juz. 7, halaman 83).
Dari hadits di satah diketahui bahwa keinginan para sahabat rasul untuk memiliki banyak harta bukanlah untuk bersenang-senang menikmatinya, agar dengan banyaknya uang mereka bisa memiliki rumah yang megah, membeli perabot rumah tangga yang mahal dan berkualitas, memiliki kendaraan yang nyaman, bisa berwisata ke negeri-negeri seberang yang indah, dan kemewahan duniawi lainnya. Bukan yang demikian motivasi keinginan mereka untuk memiliki banyak harta.
Yang mendorong mereka berkeinginan menjadi kaya hingga memberanikan diri mengadu kepada Rasulullah adalah keinginan untuk bisa mendulang sebanyak mungkin pahala. Bagi mereka dengan melimpahnya harta mereka bisa bersedekah sebanyak dan sesuka hati sehingga didapatlah banyak pahala yang pada akhirnya berharap mendapat surga dan keridhaan Allah ta’ala.
Kondisi ekonomi yang lemah tidak menghilangkan keridhan mereka atas apa yang telah ditetapkan Allah. Sedikitnya harta tidak menjadikan mereka berkeluh kesah tentang sulitnya menjalani kehidupan di dunia. Namun keinginan kehidupan di akherat yang lebih baik begitu kuat mendorong mereka untuk memiliki banyak harta agar dengannya bisa digunakan untuk sebanyak mungkin mendulang pahala.
Bagi para sahabat nabi kekayaan yang mereka dambakan bukanlah tujuan, namun sarana untuk meraih tujuan hidup yang sebenarnya; ridha Allah ta’ala.
Dari hadits itu pula dapat diambil satu pelajaran bahwa sedekah tidak selamanya harus dengan harta. Ada banyak cara bagi seorang muslim untuk mendapat pahala sedekah tanpa harus memiliki banyak harta. Di dalam banyak hadits dituturkan banyak hal yang bisa dijadikan sarana mendapat pahala sedekah. Membaca kalimat-kalimat thayibah, menyingkirkan duri di jalanan, membantu orang lain menaikkan barang bawaannya ke atas kendaraan, hingga persetubuhan yang dlakukan sepasang suami istri adalah sebagian dari sekian banyak cara untuk mendapat kemuliaan. []
SUMBER: http://www.nu.or.id/post/read/87437/ketika-para-sahabat-nabi-berharap-menjadi-kaya