KETIKA para sahabat sedang berkumpul, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menangis amat dalam, hingga tetes air matanya membasahi janggutnya. Nampak pada wajahnya sebuah pancaran kerinduan yang amat sangat pada seseorang.
“Apa yang membuatmu bersedih, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
Rasul menjawab, “Aku sedang merindukan sahabat-sahabatku…”
BACA JUGA: Rasulullah Dikhianati Yahudi Berkali-kali
Sahabat terdiam. Saling berpandangan. Kemudian mereka berkata lagi, “Bukankah saat ini kami ada di dekatmu, yaa Rasulullah?
Rasul mendongak. “Bukan kalian yang aku maksud…” ujarnya lirih.
Sahabat menjadi terheran bingung.
“Jika bukan kami,” ujar para sahabat lagi. “Lalu siapa yang engkau maksud, ya Rasulullah? Hingga engkau merindu begitu mendalam terhadap mereka. Sungguh mulia dan berbahagialah mereka karena mendapatkan kerinduan dan cintamu.”
“Kalian adalah sahabatku yang aku mencintai kalian dan kalian juga mencintaiku, kalian tinggal dan hidup bersamaku, berjuang bersamaku dan telah berkorban banyak untukku.
“Sahabat yang aku rindukan tadi adalah umatku di masa yang akan datang. Mereka tak pernah berjumpa denganku, tak pernah belajar langsung dariku, kecuali dari para ulama-ulama mereka.
BACA JUGA: Di Telaga itu, Rasulullah Menanti Umatnya yang Kehausan
“Mereka begitu mencintaiku seperti kalian mencintaiku
“Mereka sholat seperti aku sholat, mereka berhaji seperti aku berhaji, mereka makan dan minum seperti aku makan dan minum, mereka berpakaian seperti aku berpakaian. Mereka menjalankan semua tuntunanku dalam ketaatan dan cinta.
“Sungguh aku amat merindukan perjumpaan dengan mereka, kelak di yaumil akhir aku baru bisa berjumpa dengannya.” []