DALAM kitabnya, Al-Kasf wa Al-Tibyan fi Ghurur al-Khalq Ajma’inĀ tentang menyingkap aspek-aspek ketertipuan seluruh makhluk.
Al-Ghazali menyebut, banyak sekali golongan ulama atau cendekiawan yang tertipu. Di antaranya, mereka yang merasa ilmu-ilmu syariah dan aqliyah yang dimiliki telah mapan.
”Mereka mendalaminya dan menyibukkan diri mereka dengan ilmu-ilmu tersebut, namun mereka lupa pada dirinya sendiri sehingga tidak menjaga dan mengontrol anggota tubuh mereka dari perbuatan maksiat.”
Selain itu, ketertipuan para ulama atau cendekiawan ini juga dikarenakan kelalaian mereka untuk senantiasa melakukan amal saleh. Mereka ini, kata Al-Ghazali, tertipu dan teperdaya oleh ilmu yang mereka miliki. Mereka mengira bahwa dirinya telah mendapatkan kedudukan di sisi Allah. Mereka mengira bahwa dengan ilmu itu telah mencapai tingkatan tertinggi.
Seandainya mereka mengetahui, jelas Al-Ghazali, niscaya mereka akan mengendalikan dirinya dari ketertipuan itu dengan mengharapkan keridaan Allah semata. Misalnya, mereka memperhatikan setiap gerak-geriknya dengan mata batin yang diberikan.
Mereka itu, lanjut Al-Ghazali, sebenarnya telah mengetahui bahwa ilmu itu ada dua, yakni ilmu muamalah dan ilmu mukasyafah. Ilmu mukasyafah adalah pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya. Sedangkan, ilmu muamalah adalah pengetahuan tentang halal dan haram serta pengetahuan tentang akhlak yang terpuji dan tercela.
Ibarat seorang dokter, dia mampu mengobati pasien atau dirinya sendiri yang sakit, namun ia tidak mau melakukannya. Lalu, bergunakah? Obat-obatan yang ditulis di atas resep?
”Obat-obatan sama sekali tidak berguna, kecuali bagi mereka yang meminumnya setelah mencari obat yang sesuai dengan sakit yang dideritanya,” jelas Al-Ghazali.
Lebih lanjut Al-Ghazali dalam kitabnya menjelaskan, orang-orang yang masuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang dihinggapi perasaan cinta dunia dan diri mereka sendiri serta mencari kesenangan yang semu.
Selain itu, mereka yang tertipu adalah orang yang merasa ilmu dan amal lahiriahnya telah mapan, lalu meninggalkan bentuk kemaksiatan lahir, namun mereka lupa akan batin dan hatinya.
Mereka tidak menghapuskan sifat tercela dan tidak terpuji dari dalam hatinya, seperti sombong, ria, dengki, gila pangkat, gila jabatan, gila kehormatan, suka popularitas, dan menjelek-jelekkan kelompok lain.
”Ria merupakan bentuk kesyirikan terkecil.” Demikian kata Rasulullah . Dalam hadis lainnya, Beliau bersabda, ”Sifat dengki dapat melenyapkan amal kebajikan sebagaimana api dapat melalap kayu bakar”.
Sumber: khazanah republika