SEBAGAIMANA yang dikatakan oleh Patriarch Sophronius, Uskup Agung, kepada Abu Ubaidah, panglima perang kaum muslim, “Kami hanya akan menyerahkan kota suci ini kepada penguasa tertinggi dari pihak Islam.”
Dikisahkan pada waktu itu, Umar bin Khattab adalah penguasa tertinggi dalam Islam, karena Umar menjabat sebagai khalifah pada waktu itu. Sehingga Umar lah yang menghadiri penyerahan kota suci tersebur, Yerusalem.
BACA JUGA: Pesan Rasulullah SAW, Jangan Lupa Baca Doa Ini di Akhir Shalat
Ketika sampai di Yerusalem, Umar disambut oleh Pendeta Sophronius yang mengenakan mahkota salib emas di atas kepalanya dan pakaian kebesaran yang sangat mewah, sementara pakaian Umar penuh dengan debu dan tambalan, tangan kirinya menjinjing kendi air.
Saat ia bertanya bagaimana sikap tentara Islam terhadap masyarakat Nasrani, Pendeta itu memuji-muji sikap harga-menghargai dan hormat-menghormati yang menjadi perhiasan akhlak umat Islam.
Ketika waktu zuhur tiba, Umar yang sedang melihat-lihat sebuah gereja Kristen yang bersejarah, ingin menunaikan shalat. Kemudian, Sophronius mempersilakan Umar mengerjakan shalat di dalam gereja.
BACA JUGA: Perjanjian Umar bin Khattab di Yerusalem
Namun, Umar menolak shalat di dalam gereja seraya berdalih, “Hanya karena pada saat ini yang menang umat Islam, aku tidak ingin mempergunakan kesempatan ini untuk mengerjakan shalat di gerejamu. Aku khawatir umat di belakangku akan mengikuti jejakku itu, yang mungkin berarti pelanggaran bagi tempat sucimu.”Akhirnya, Umar menunaikan shalat di ambang pintu gereja.
Sumber: The Great of Two Umar/ Penulis: Fuad Abdurrahman/ Penerbit: Zaman, 2016