SUATU saat Umar bin Al-Khaththab menerima laporan bahwa kaum perempuan menetapkan mahar yang terlalu mahal dan menentukan batas-batasnya. Menimbang hal itu akan berdampak buruk terhadap masyarakat, sang khalifah kemudian bermaksud menghentikan perilaku masyarakat yang demikian itu. Dia pun menggelar suatu pertemuan yang juga dihadiri kaum perempuan.
Sang khalifah pun berpidato di atas mimbar, “Mengapa kalian memperbanyak pemberian mahar kepada kaum perempuan? Padahal, pada masa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Siddiq mahar hanya empat ratus dirham ke bawah. Andaikan memperbanyak mahar itu termasuk perbuatan takwa di sisi Allah dan merupakan kemuliaan, niscaya kalian tidak akan mampu mengungguli itu.”
BACA JUGA: Ummu Sulaim, Pemilik Mahar Paling Mahal
Akhirnya Umar memutuskan untuk membatasi mahar. Beliau membatasi jumlah maksimal agar para wanita di zaman itu tidak berlebih-lebihan dalam meminta mahar hingga menyusahkan kaum Muslimin yang hendak menikah, sementara kemampuan ekonominya rendah
Dalam kebijakan tersebut, Umar menetapkan bahwa mahar maksimal yang boleh diminta oleh seorang Muslimah adalah empat ratus dirham. Jika melebihi angka tersebut, Umar akan menganulir pernikahan yang terjadi.
Meski niat Umar sangat mulia, ternyata beliau keliru. Uniknya, kekeliruan tersebut langsung diketahui oleh salah satu rakyatnya.
“Wahai Amirul Mukminin tidakkah engkau mengetahui Firman Allah Ta’ala, ‘Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (QS. An-Nisaa’: 20),” ucap seorang perempuan Quraisy dengan percaya diri.
BACA JUGA: Kalimat Syahadat, Mahar Termahal Abu Thalhah untuk Ummu Sulaim
“Perempuan itu benar dan “Umar salah. Ya Allah, ampunilah aku. Setiap orang lebih pintar dari ‘Umar,” keluh sang khalifah yang mendapat gelar “Al-Faruq” karena keislamannya merupakan pembatas antara seruan Islam secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan.
Umar bin Al-Khaththab kemudian naik kembali ke atas mimbar dan berpidato, “Wahai manusia! Tadi aku melarang kalian memperbanyak pemberian mahar kepada kaum perempuan lebih dari empat ratus dirham. Tapi, kini, barang siapa berkehendak memberikan lebih dari hartanya sesuai dengan keinginannya, silakan!”[]
Sumber: Pesan Indah dari Makkah dan Madinah/ Penulis: Ahmad Rofi Usmani/ Penerbit: Mizan/ Februari, 2008